1. Kasus cuci otak Dokter Terawan
Kemampuan Dokter Terawan yang menciptakan metode DSA (Digital Subtraction Angiography) atau yang biasa disebut sebagai terapi cuci otak, sudah viral sejak beberapa tahun lalu. Namun, kembali viral ketika dr. Terawan ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Kesehatan.Terapi yang diciptakannya ini ditolak sejumlah pihak karena dianggap masih perlu kajian ilmiah secara mendalam. Padahal, sudah diuji dalam disertasi mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu di Universitas Hasanuddin Makassar pada 2016.

Dokter Terawan usai dipanggil oleh Presiden Joko Widodo di Istana (Foto: MI)
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Metode DSA pun sangat diakui bahkan diminati di Jerman dan Vietnam. Pasalnya, metode ini telah berbukti bisa mengatasi kelumpuhan dalam waktu kurang dari 30 menit dengan harga yang sesuai dengan kualitasnya. Metode ini diterapkan lewat intervensi radiologi untuk mengetahui pembuluh darah otak secara real time.
Dokter Terawan sempat dikabarkan mendapat sanksi oleh Mahkamah Kode Etik Kodekteran (MKEK) IDI pada 2018 karena dianggap melanggar kode etik profesi dengan mengiklankan metode cuci otak. Waktu berlalu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih meminta polemik terkait Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak dilanjutkan. Dia meminta kasus itu diserahkan pada internal organisasi.
2. Penemuan kayu bajakah
Dua siswa SMAN 2 Palangka Raya, yakni Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani yang dibimbing oleh Herlita Gusran, membuat penelitian tentang kayu bajakah. Hasilnya, penelitian mereka meraih medali emas dalam World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan pada 28 Juli 2019 lalu.Tumbuhan kayu bajakah yang banyak tumbuh di wilayah mereka dinyatakan bisa menyembuhkan kanker. Lantaran demikian, penemuan tersebut digadang-gadang bakal dipatenkan.

Pihak kemenkes menyatakan dukungannya pada penemuan obat anti kanker. (Foto: Dok. Medcom.id/Raka Lestari)
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bahkan memberikan penghargaan kepada keduanya. Penghargaan diberikan atas prestasi memanfaatkan bahan bahan baku alam di dalam negeri.
Berkat penelitian tersebit, banyak pihak yang memburu tumbuhan herbal itu untuk diperjualbelikan hingga ke luar Kalimantan. Pemerintah daerah pun diimbau agar segera melakukan pengendalian terhadap perburuan bajakah.
3. Kenaikan Iuran BPJS
Penaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen terangkum dalam Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Iuran peserta BPJS Kesehatan untuk kelas III ditetapkan Rp42 ribu dari semula Rp25.500, kelas II Rp110 ribu dari semula Rp51 ribu, dan kelas I Rp160 ribu dari Rp80 ribu. Penaikan ini mulai berlaku 1 Januari 2020.Lantaran keputusan tersebut, sejumlah pihak tidak menyetujuinya. Namun, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni mengungkapkan ada dampak positif dan negatif dari penaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dia tak menampik ada dampak dari penyesuaian iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap Universal Health Coverage. Salah satunya, akan banyak warga yang berbondong-bondong pindah ke kelas yang lebih murah.
Dampak positifnya, kualitas pelayanan kesehatan bisa lebih baik, ada keberlanjutan program, dan pemenuhan kelayanan kesehatan akan terjamin. Sedangkan, dampak negatifnya adalah adanya peningkatan jumlah peserta nonaktif. Serta banyaknya peserta yang pindah ke kelas yang lebih rendah.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bahkan mengatakan, penaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menjadi masalah. Menurutnya, tidak apa-apa jika masyarakat ingin menurunkan kelas mereka. Hal yang paling penting, pembayaran iuran dilakukan secara teratur dan tidak terlambat.
4. Izin edar obat beralih dari BPOM ke Kemenkes
Selama ini, izin edar obat menjadi kewenangan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Kini, Menteri Terawan Agus Putranto, resmi mengambil alih kuasa izin edar obat yang seterusnya akan menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan.Banyak pihak yang terkejut dan tak setuju dengan keputusan Menkes Terawan. Namun, Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat itu menjelaskan, pengalihan izin edar oleh Kemenkes tidak ada salahnya. Sebab, ia mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang intinya izin edar obat memang berada di Kemenkes.
Menurut Terawan, selama ini proses izin edar obat-obatan oleh BPOM telah memakan waktu yang cukup lama, yakni berbulan-bulan. Lantaran demikian, akan dipangkas dengan melakukan deregulasi, supaya lebih cepat dan mudah.
Sebab, kata dr. Terawan, pihaknya tidak menilai sebagai pengawas tapi sebagai pre-market. Kalau post-market itu mengawasi pre-market, maka itu jadinya pasti lama. Kemudian, izin edar yang selanjutnya menjadi kewenangan Kemenkes akan membuat proses pengeluaran izin edar menjadi lebih efisien.
Tujuannya, untuk menekan harga obat-obatan dan mendorong investasi industri farmasi. Sementara itu, ia memaparkan bahwa pengawasan produksi obat-obatan tinggal dicek saja seperti apa. Karena, ada syarat dan ketentuan yang telah disepakati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)