Jakarta: Penyakit hemofilia bisa berisiko semakin parah apabila tidak ditangani dengan cepat. Maka sangat perlu dilakukannya pendeteksian penyakit karena hingga saat ini banyak pasien hemofilia yang tidak terdaftar.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA (K) memaparkan, berdasarkan data HMHI, di Indonesia ada 2092 penyandang hemofilia. Jumlah tersebut terbilang masih sedikit jika disesuaikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 260 juta penduduk.
"Secara statistik internasional didapatkan angka 20.000-25.000 penyandang hemofilia. Ini baru sekitar 10 persen yang dapat terdeteksi dan pengobatan," ujar Prof. Djajadiman di Hotel Borobur Jakarta, Kamis, 4 April 2019.
Pasien hemofilia banyak yang belum terdaftar. Hal tersebut lantaran tidak sedikitnya penduduk Indonesia yang tinggal di pedalaman. Untuk melakukan identifikasi hemofilia, dibutuhkan fasilitas kesehatan memadai yang hingga kini masih sedikit.
Selain itu, biayanya pun terbilang cukup mahal. dr. H. M. Subuh, MPPM selaku Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan yang mewakili kehadiran Menteri Kesehatan RI Prof Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp. M (K), mengatakan bahwa tahun ini ditargetkan pendeteksian hemofilia dapat diterapkan dengan cepat.
(Baca juga: Hari Hemofilia Diperingati Agar Masyarakat Lebih Peduli)
.jpg)
(Hemofilia adalah gangguan ketika darah tidak membeku secara normal. Foto: Dok. Medcom.id/Sunnaholomi Halakrispen)
"Sebenarnya bagaimana kita mewujudkan kemandirian dari penyandang hemofilia maupun pelayanan untuk melakukan pendeteksian dengan cepat agar penanganannya juga cepat," imbuh dr. H. M. Subuh, MPPM.
Ia pun menyampaikan pesan Menkes, agar seluruh petugas kesehatan dapat terus menerus melakukan pendeteksian dini pada kesehatan masyarakat. Terlebih terkait hemofilia, hingga upaya pengobatan dan pencegahan faktor risiko kambuhnya penyakit.
Sejalan dengan pesan tersebut, HMHI meluncurkan aplikasi Hemofilia Indonesia, Registrasi Nasional Berbasis Android. Aplikasi tersebut memudahkan pasien hemofilia agar terregistrasi secara nasional.
Tujuannya, penderita hemofilia yang terdaftar dalam sistem database nasional akan mendapatkan kartu identitas. Kartu tersebut sangat bermanfaat bagi pasien.
Akan ada koneksi antara pasien dengan petugas rumah sakit. Ketika penderita hemofilia tengah berada dalam kondisi gawat darurat, petugas rumah sakit yang menanganinya dapat mengetahui informasi tersebut.
Selanjutnya bisa dilakukan penanganan jarak jauh dengan konsultasi maupun secara langsung di rumah sakit. Dengan adanya registrasi ini diharapkan bisa membantu meningkatkan kualitas hidup penyandang hemofilia sehingga bisa produktif dan berprestasi sebaik mungkin.
Dalam aplikasi android yang diresmikan, bisa memberikan informasi terkait masalah utama yang dihadapi pasien. Kemudian, banyaknya fasilitas yang harus disediakan pemerintah untuk mengatasi hemofilia, serta daerah mana saja yang belum bisa melakukan pemeriksaan oleh tenaga ahli.
Meskipun upaya pelayanan kesehatan belum bisa dilakukan sepenuhnya oleh teknologi atau sistem atau mesin. Akan tetapi, teknologi bisa dimanfaatkan untuk membantu sebagai perantara antara penyandang hemofilia dengan petugas kesehatan. Sejalan dengan revolusi industri 4.0.
"Minimal kita bisa berupaya dengan sistem android ini dan mudah-mudahan ini bisa membongkar gunung es yang ada, sebanyak 24 ribu orang (penderita hemofilia yang belum terdeteksi)," pungkas dr. H. M. Subuh, MPPM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)