Ada dampak psikologi melakukan prank ke anak. Selanjutnya di bawah ini. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Ada dampak psikologi melakukan prank ke anak. Selanjutnya di bawah ini. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)

5 Dampak Melakukan Prank bagi Anak

Rona psikologi anak
Raka Lestari • 31 Agustus 2020 14:22
Jakarta: Akhir-akhir ini banyak sekali orang yang melakukan prank. Hal itu terkadang diunggah ke media sosial milik mereka.
 
Dan tidak hanya orang dewasa yang menjadi korban, tidak sedikit pula anak-anak yang menjadi korban dari prank.
 
Menurut Novita Tandri, psikolog anak dan remaja, melakukan prank akan memberikan dampak negatif pada psikologis yang dialami oleh anak tersebut nantinya. Dampak psikologis prank tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menjadi anak yang penuh kecemasan

“Prank atau menjahili anak dianggap menjadi hiburan bagi orang tua pada saat melihat ekspresinya. Tapi tanpa disadari kebiasaan prank ini dapat membuat diri anak tumbuh menjadi seorang pencemas,” katanya. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Tanpa adanya prank saja, menurut Novita, anak-anak generasi alpha sudah penuh kecemasan menghadapi masa depan yang semakin penuh ketidakpastian, ditakut-takuti orang tuanya dan terus membandingkan hidupnya dengan kehidupan orang lain yang glamor dan dianggap nyata di sosmed. 
 
Generasi alpha adalah generasi yang lahir setelah tahun 2010. Mereka adalah generasi yang sudah terbiasa dengan teknologi informasi, bahkan sejak masih di dalam kandungan. Generasi alpha adalah generasi yang sudah hidup di dunia dengan perkembangan teknologi yang pesat.

2. Hilangnya rasa percaya dan empati 

Anak menjadi sulit percaya kepada orang lain karena orang tuanya saja tidak bisa dipercaya. “Prank atau kejahilan dianggap lucu dan kemarahan dan frustasi anak dianggap sebagai hiburan. Kecerdasan emosi dan empati anak tidak akan pernah bisa terbentuk dengan baik,” tuturnya.
 
“Mereka sulit untuk tahu apa yang baik dan tidak baik, karena mereka bingung melihat mengapa Papa Mama senang sekali dan tertawa terbahak-bahak pada saat dia marah, frustasi dan sedih. Apalagi kalau ditertawakan netizen di seluruh Indonesia?” kata Novita.

3. Anak menganggap dirinya sebagai korban

“Orang tua yang sering melakukan prank kepada anak-anak akan menjadikan mereka berpikir bahwa mereka adalah korban/obyek guyonan dan kebencian kepada pelaku prank,” tutur Novita. 
 
Orang tua seharusnya melindungi anak-anak mereka, bukan menjadikan mereka bulan-bulanan, lelucon dan obyek hiburan atau menakuti hingga memicu rasa takut dan menjadi anak yang tumbuh menjadi anak yang selalu mengganggap dirinya adalah obyek/korban.

4. Trauma yang dibawa sampai tua

“Kebiasaan jahil atau prank yang dilakukan oleh orang tua ke anak juga dapat memicu rasa trauma hingga masa tuanya. Padahal tugas orang tua seharusnya dapat membuat anak merasa aman, nyaman, diterima dan penuh rasa percaya diri menghadapi dunia ini,” tambah Novita.
 
Trauma yang dirasakan oleh anak tak jarang dapat memunculkan rasa takut secara berlebihan. Bahkan anak dapat memiliki gangguan tidur karena perasaan takutnya akan kejadian buruk yang dialaminya dapat terulang kembali sewaktu-waktu.

5. Anak tumbuh sebagai orang yang sensitif

Selain dapat memicu anak tumbuh menjadi seseorang yang sensitif dan mudah tersinggung, prank dapat menjadikan anak berpikir dan menganggap bahwa orang lain dapat menjadi bahan lelucon. 
 
Pada saat dewasa, anak akan selalu menganggap kalau prank termasuk perbuatan yang wajar atau anak akan berpikir kalau orang lain bisa dipermalukan di depan umum demi kepuasan diri sendiri. Dan biasanya mereka akan meneruskannya lagi kepada anak-anaknya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif