Studi menemukan gejala gangguan stres pascatrauma pada anak cukup umum sebelumnya dalam proses pemulihan. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Studi menemukan gejala gangguan stres pascatrauma pada anak cukup umum sebelumnya dalam proses pemulihan. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)

Cara Mengatasi Trauma pada Anak

Rona psikologi anak
Torie Natalova • 01 Mei 2019 14:28

Studi pada anak yang mengalami peristiwa trauma seperti bencana alam, kecelakaan, trauma medis menemukan gejala gangguan stres pascatrauma pada anak cukup umum sebelumnya dalam proses pemulihan yakni pada dua hingga empat minggu awal. Gejalanya mencakup ingatan yang mengganggu, mimpi buruk atau memikirkan kilas balik.


 
Jakarta: Beberapa anak yang mengalami trauma dapat pulih secara alami dari waktu ke waktu, sementara beberapa lainnya mengembangkan gejala gangguan stres pasca trauma dan bahkan depresi.
 
Sebuah studi baru mengidentifikasi satu faktor kunci dalam masalah ini dengan melihat reaksi emosional anak.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Para peneliti menilai lebih dari 200 anak-anak antara usia 8-17 tahun yang pernah mengalami peristiwa trauma seperti bencana alam, kecelakaan, penyerangan atau darurat medis. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai anak-anak dalam beberapa tahapan waktu.
 
Studi tersebut menemukan gejala gangguan stres pascatrauma pada anak cukup umum sebelumnya dalam proses pemulihan yakni pada dua hingga empat minggu awal. 
 
Gejalanya mencakup ingatan yang mengganggu, mimpi buruk atau memikirkan kilas balik. Menurut profesional kesehatan, gejala tersebut normal terjadi pada anak yang mengalami trauma.
 
Reaksi awal ini didorong oleh tingginya rasa takut dan kebingungan selama trauma. Namun, secara umum sebagian besar anak-anak sembuh secara alami selama dua bulan tanpa bantuan ahli seperti psikolog.
 
Gejala gangguan stres pascatrauma sebenarnya tidak dipengaruhi oleh berapa banyak dukungan sosial yang mereka miliki dalam hidup dan kehadiran penekan kehidupan lainnya. 
 
Gejalanya berkembang akibat kecenderungan mereka untuk melihat respons diri sendiri terhadap trauma sebagai tidak normal, tanda kelemahan atau tanda bahwa mereka rusak secara permanen. Penilaian terhadap diri sendiri adalah prediktor kunci gangguan stres pascatrauma.
 
Menurut peneliti, anak-anak dan remaja yang tidak pulih dengan baik dan menuju ke arah gangguan stres pascatrauma kronis dua bulan setelah trauma, jauh lebih mungkin untuk berpikir negatif tentang trauma dan memikirkan apa yang sedang terjadi pada mereka.
 
Cara Mengatasi Trauma pada Anak
(Studi pada anak yang mengalami peristiwa trauma seperti bencana alam, kecelakaan, trauma medis menemukan gejala gangguan stres pascatrauma pada anak cukup umum. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
 
Mereka menganggap gejala tersebut sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang serius dan permanen salah pada dirinya, mereka menjadi tidak terlalu memercayai orang lain dan berpikir mereka tidak bisa mengatasinya.
 
Ini berarti, salah satu cara orang dewasa membantu mengatasi trauma anak dengan menormalkan rasa sakitnya. Sangat penting untuk memastikan bahwa mereka tahu bahwa tidak ada yang salah dengan perasaan sangat tertekan atas peristiwa yang menimpanya, dan itu akan memakan waktu mengatasinya sebelum emosi itu hilang.
 
Trauma tentu saja bisa mengubah Anda, tetapi itu tidak berarti dapat merusak Anda secara permanen. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pikiran kita secara umum memiliki kecenderungan untuk merenungkan kejadian-kejadian negatif dan merenungkan peristiwa trauma yang terjadi.
 
Terlalu banyak berpikir atau merenung ini dapat menyebabkan hasil yang lebih buruk pada anak. Tapi, di saat yang sama, tidak memproses rasa sakit sama sekali pada umumnya merupakan kunci untuk tumbuh dewasa dengan masalah emosional yang belum terselesaikan. Ini bisa memicu reaktivitas, masalah hubungan dan kesehatan yang lebih buruk saat dewasa.
 
Merasakan kesedihan setelah trauma merupakan pengalaman yang diwujudkan untuk menggerakkan rasa sakit itu keluar.
 
Sedangkan merenung adalah pengalaman yang terus tertanam di kepala, membuat rasa sakit itu tetap tersangkut. Kondisi ini mencegah kesedihan bergerak keluar sehingga Anda sulit untuk terus maju.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif