Bandung: Penderita penyakit autoimun di Indonesia saat ini masih belum dapat didata secara pasti jumlahnya. Diduga kuat, penderita autoimun di Indonesia bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta orang.
Mantan penderita autoimun, Marisza Cordoba mengatakan bahaya penyakit tersebut sama dengan kanker. Namun, penyakit autoimun yang termasuk mematikan itu sejatinya bisa dikendalikan dan dicegah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jika kanker itu adalah disebabkan mutanisasi sel yang merusak tubuh maka autoimun merusak tubuh dari sel imunitas tubuh itu sendiri. Jadi ada masalah dari filterisasi antibodi tubuh, antibodi ini menyerang benda asing masuk ke tubuh tapi tidak bisa membedakan mana yang membahayakan dan mana yang tidak," kata Marizsa di Bandung beberapa waktu lalu.
Autoimun terjadi akibat sistem kekebalan tubuh (sistem imun) menyerang sel-sel sehat dalam tubuh Anda sendiri. Penyebabnya, menurut Marisza disebabkan salah satunya terlalu banyak mengonsumsi makanan berbahan dasar terigu. Sehingga gluten yang terkandung dalam terigu ini merusak cara kerja sistem imunitas yang ada di usus dan lambung.
"Selain terigu yang membahayakan ada bahan lain yang bisa menyebabkan autoimun ini, di antaranya adalah pewarna makanan, penyedap rasa, pemanis buatan, dan lainnya," kata dia.
Meski autoimun ini tidak bisa disembuhkan, tetapi kata Marisza penyebarannya bisa dicegah caranya adalah dengan hidup sehat. Contohnya mengonsumsi kunyit atau sayur-sayuran yang baik untuk tubuh.
"Saya ini penderita autoimun sejak berusia 4 tahun hampir selama 25 tahun saya bolak balik dokter, tetapi akhir-akhir ini saya tidak lagi mengonsumsi obat dan ke dokter karena hidup sehat," ceritanya.
Marisza berharap ada kepedulian khusus dari pemerintah pusat dengan mendata para penderita autoimun. Sebab, hingga kini data penderita penyakit ini baru hanya dilakukan oleh komunitas dan organisasi masyarakat.
"Penderita autoimun di Amerika Serikat berjumlah 50 juta orang namun di Indonesia yang terdata positif terkena penyakit ini baru 5000 orang," kata Marisza yang juga sebagai founder dari Marisza Cordoba Foundation.
Di tempat yang sama, Co founder dan Direktur Firda Athira Foundation, Firda Athira Azis mengatakan, pihaknya berupaya mendorong pemerintah agar lebih memerhatikan penderita autoimun. Salah satunya dengan menanggung biaya pemeriksaan awal yang ditanggung oleh BPJS.
"Pandangan saya terhadap pemerintah, penderitanya saja di Indonesia belum dapat didata. Minimal BPJS bisa meng-cover biaya untuk tes awal, karena untuk periksa biayanya mahal, bisa sampai Rp1,9 juta untuk sekali periksa," kata Firda.
Salah seorang penderita autoimun, Maya Lestari, harus menjaga emosinya dengan baik agar penyakitnya tidak kambuh. Menurut perempuan berusia 29 tahun ini, penderita autoimun cenderung lebih sensitif.
"Terakhir sehabis Idul Fitri 2018 lalu saya sempat koma selama 4 hari karena kecapean, saya kena penyakit ini sejak 2008 dan menyerang sendi, ginjal dan kulit otak. Kalau sekarang saya lagi galau maka saya melakukan zikir untuk meminimalisir emosi saya, karena kita penderita autoimmune ini agak baperan," ucap Maya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)