Menurut Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, tren tersebut kemungkinan terus berlanjut seiring dengan perubahan perilaku hidup masyarakat. Mulai pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik, hingga kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.
"Faktanya pemahaman masyarakat kita akan pentingnya kesehatan masih sangat rendah. Hanya 20 persen yang mengerti kesehatan adalah faktor utama penunjang kehidupan," ujarnya dalam acara dialog bersama para bupati yang membahas upaya pencegahan dan pengendalian PTM, di Jakarta.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Lebih ironis, ungkap Menkes, sebanyak 80 persen biaya yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersedot untuk pasien rawat inap. Hal itu terjadi lantaran masyarakat gagal memahami masalah kesehatan. "Mayoritas berpikirnya kalau sakit ada jaminan BPJS. Padahal, kartu BPJS hanya pelindung yang mestinya jangan sampai sakit," ucapnya.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), persentase kematian akibat PTM berproporsi 63 persen, daripada penyakit menular. Di Indonesia, trennya meningkat dari 37 persen pada 1990 menjadi 57 persen pada 2015.
Kepala Balitbang Kesehatan Kemenkes Siswanto menambahkan banyak kasus justru terjadi di perdesaan yang notabene ekonomi masyarakatnya lemah. "Dibutuhkan komitmen daerah untuk dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat," tutur dia.
Sementara itu, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengaku telah menerbitkan Perda No.5/2014 tentang Kawasan tanpa Rokok sebagai upaya mengatasi masalah kesehatan di daerahnya. Dijelaskan, jumlah belanja rokok di daerahnya melebihi APBD Kulon Progo.
"Ini tanggung jawab kami untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Di antaranya dengan tidak mengonsumsi rokok. (H-1)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(DEV)