Studi New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa 36 dari 53 pasien yang dirawat di rumah sakit atau sebanyak 68 persen, dengan komplikasi parah menjadi lebih baik setelah mereka meminumnya. Itu tidak berarti mereka menjadi lebih baik karena mereka menggunakan remdesivir.
Obat yang tidak disetujui FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), diberikan kepada pasien untuk penggunaan dan bukan bagian dari uji klinis. Itu disponsori oleh pembuat obat, Gilead Sciences.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Temuan studi datang dengan beberapa peringatan. Obat itu tidak diuji terhadap plasebo, jadi tidak ada cara untuk mengetahui apakah pasien akan membaik sendiri. Tindak lanjutnya singkat dan hanya 40 pasien yang mendapatkan perawatan 10 hari penuh.
"Kami belum tahu apakah pasien dengan covid-19 akan mendapat manfaat dari remdesivir dan desain penelitian ini tidak memungkinkan kami untuk menarik kesimpulan tentang siapa yang bisa mendapat manfaatnya," tutur pemimpin penulis studi, Jonathan Grein, MD yang juga direktur epidemiologi rumah sakit di Pusat Medis Cedars-Sinai, Los Angeles, dikutip dari WebMD.
Ia memaparkan bahwa pasien mulai dari usia 23 hingga 82 tahun menerima perawatan. Sebanyak 36 pasien membutuhkan lebih sedikit dukungan oksigen selama rata-rata 18 hari.
Selain itu, sebanyak tujuh pasien meninggal. Lebih dari setengah dari mereka yang menggunakan ventilasi, atau 17 pasien, dikeluarkan dari ventilasi. Kemudian, hampir setengah dari mereka yang dirawat di rumah sakit, dipulangkan.
"Perbaikan klinis lebih kecil kemungkinannya pada mereka yang menggunakan ventilator dan mereka yang berusia 70 tahun ke atas. Itu mungkin mencerminkan proses penyakit yang mendasarinya pada pasien ini," papar Grein.
Sementara itu, remdesivir pada awalnya dikembangkan untuk mengobati Ebola dan telah ditunjukkan di laboratorium untuk bekerja melawan SARS-CoV-2 selaku virus yang menyebabkan infeksi covid-19. Juga merupakan bagian dari beberapa uji klinis dan disebut perawatan potensial paling menjanjikan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of the American Medical Association.
Grein mengatakan obat itu bekerja dengan cara memblokir materi genetik virus (RNA) dalam virus corona agar tidak bereplikasi. Tetapi, temuan laboratorium itu tidak selalu diterjemahkan menjadi temuan pada orang. Uji klinis diperlukan untuk melihat apakah temuan bisa bertahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)