Namun, hasil tinjauan serupa dari 2017 menunjukkan bahwa hanya orang yang mengalami migrain dengan beberapa orang yang berisiko. Maka, penting bagi seseorang untuk menjelaskan migrainnya kepada dokter saat mendiskusikan pilihan pengendalian kelahiran.
Ernst memaparkan seseorang yang mengalami migrain dengan beberapa orang lainnya yang menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen mungkin memiliki risiko lebih lanjut terkena stroke, jika mereka berada pada posisi tertentu.
Salah satunya, berusia di atas 40 tahun. Kemudian merokok, mengalami obesitas, memiliki tekanan darah tinggi, maupun memiliki riwayat keluarga stroke.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Namun, penulis tinjauan tahun 2017 memperingatkan bahwa banyak penelitian yang dirancang belum terlalu sempurna.
Komunitas medis tetap tidak yakin mengapa alat kontrasepsi dapat meningkatkan risiko stroke pada orang yang mengalami migrain pada beberapa orang. Untuk hal ini Anda perlu berdiskusi dengan dokter spesialis kandungan Anda.
Bagi penderita migrain, penting untuk mempertimbangkan risiko dan manfaat kontrasepsi hormonal.
Banyak orang lebih suka menggunakan pil yang hanya mengandung progestin. Bebas dari estrogen, tidak membawa risiko yang sama. Yang lain memilih pil yang mengandung estrogen tingkat rendah.
Sementara itu, beberapa orang di Amerika Serikat salah mengira sakit kepala parah sebagai migrain, maka penting untuk menerima diagnosis dokter agar memahami pengobatan yang paling tepat.
Untuk itu, akan lebih baik jika Anda mendapatkan pengobatan yang paling tepat bagi Anda. Konsultasikan semuanya ke dokter Anda terlebih dahulu sebelum memutuskan memilih yang mana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)