Namun, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa multitasking justru memiliki kelemahan, membuat pekerjaan menjadi tidak efisien karena distraksi.
Para peneliti dari University of Michigan memeriksa efek tersebut dengan melakukan empat percobaan di mana para dewasa muda diminta melakukan serangkaian tugas, seperti memecahkan masalah matematika dan mengidentifikasi obyek geometrik, kemudian bergantian mengerjakannya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Para peneliti Joshua Rubinstein, David Meyer dan Jeffrey Evans mengidentifikasi dua model kunci yang dihadapi otak saat beralih di antara tugas: peralihan tujuan dan aktivasi aturan.
Ketika akan melakukan tugas kedua, otak akan mematikan 'aturan kognitif' pada tugas pertama untuk bisa beralih ke tugas kedua.
Saat partisipan berganti tugas, para peneliti melihat adanya pengorbanan waktu anggota signifikan, yang hanya muncul jika tugas lebih kompleks.
Meskipun hanya sedikit waktu yang dikorbankan, terus bergantian melakukan tugas dapat membuat multitasking menghalangi efisiensi secara keseluruhan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Stanford University juga mengklaim bahwa orang yang multitasking memiliki jangkauan perhatian anggota lebih rendah dibandingkan mereka yang mengerjakan satu tugas dalam satu waktu.
Studi yang melibatkan 100 siswa tersebut menyimpulkan bahwa mereka yang melakukan beberapa hal sekaligus lebih mudah terdistraksi dan memiliki kontrol perhatian yang lebih sedikit.
Sementara, studi dari University of Sussex menyebutkan bahwa multitasking saat menghalangi fungsi otak.
Para peneliti melihat pada scan MARI mereka yang menggunakan beberapa peralatan elektronik dalam satu waktu (seperti menonton TV sambil berkirim pesan) dan menemukan bahwa Amerika memiliki kepadatan abu-abu dalam otak yang lebih rendah. Artinya, mereka memiliki jangkauan perhatian yang lebih buruk dan kontrol kognitif yang lebih rendah.
Lihat video:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(DEV)
