"Gambar, yel-yel, seragam, lambang, ideologi, dan fanatisme buta terhadap kelompok tertentu bisa menjadi sugesti yang masuk alam bawah sadar. Dan ketika itu berhasil masuk (alam bawah sadar), itu bisa menjadi dorongan untuk menyerang, melukai, bahkan membunuh," ujar Aditya Nugroho, ahli hipnoterapi, saat dihubungi Medcom.id, Selasa, 25 September 2018.
Ia menambahkan, alam sadar memiliki kekuatan sebanyak 12 persen, sementara alam bawah sadar sebanyak 88 persen.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Jadi bisa dibayangkan ketika energi kebencian itu sudah masuk alam bawah sadar, ditambah dendam, maka itu hasilnya (ada korban)," papar pria dua anak itu.
Hal senada dikatakan Peneliti Hukum Olahraga Eko Noer Kristiyanto yang menilai kekerasan yang kerap terjadi antarsuporter sepak bola bukan hanya karena masalah prosedural keamanan.
Lebih jauh, kata dia, ada persoalan lain yang lebih substantif yang mendasari kekerasan antarsuporter bola kerap tak terhindarkan.
Kalau bicara prosedural siapa pun bisa saling tunjuk, masing-masing bicara yurisdiksinya. Tapi di sini substansinya permusuhan, ada energi kebencian di sepak bola kita yang tidak tuntas," ujarnya dalam Prime Talk Metro TV, Selasa 25 September 2018.
Dalam kasus kekerasan yang dilakukan suporter sepakbola, imbauan untuk damai kerap digelorakan berbagai pihak.Tetapi faktanya, kekerasan masih terjadi di lapangan. Bahkan pertandingan menjadi momentum pemicu rasa kebencian itu bisa disalurkan.
"Dan bukan hanya saat pertandingan kekerasan lain di dalam keseharian pun terjadi. Misalnya ada yang dipukuli di mal," kata dia.
Menurut Eko, di tatanan atas boleh jadi pemimpin masing-masing suporter berjabat tangan berfoto bersama dan menjadi berita utama media massa namun dendam di akar rumput tetap ada.
Tanpa sepak bola pun, kata dia, penganiayaan bahkan menghilangkan nyawa seseorang bisa langsung dipidana tanpa delik aduan. Karenanya, penegakan hukum atas peristiwa hilangnya nyawa suporter seharusnya bisa dikawal dan diproses sebagaimana kasus penganiayaan berat lainnya.
"Kasus semacam ini bukan hanya persoalan federasi tapi semua pihak. Makanya butuh kolaborasi. Niat baik dari federasi, pemerintah, dan komunitas harus disatukan untuk kemudian disosialisasikan ke akar rumput," jelasnya.
Lihat video:
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(DEV)