Alih-alih ingin mendapat informasi yang baik, kaum ibu malah menimbulkan keraguan apakah upaya yang mereka lakukan sudah tepat.
Beberapa karakteristik ibu milenial menurut Sashkya Aulia Prima, M.Psi., seorang psikolog anak di antaranya. adalah: Memiliki banyak sumber informasi, Pendekatan pengasuhan lebih “Child-centered” dibandingkan generasi sebelumnya,
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Punya ekspektasi tinggi untuk memaksimalkan semua aspek kehidupan. Cara berbicara dengan anak zaman sekarang juga berbeda, lebih cenderung mengikuti maunya anak seperti apa," ujar Sashkya dalam acara Konferensi Pers #MYBABYMomversity, di kawasan Jakarta Selatan, Kamis, 5 Desember 2019.
“Berbagai macam kegelisahan mudah ditemui pada ibu milenial, khususnya mengenai tiga hal yaitu masalah finansial, kedekatan emosi dengan anak, dan juga kesehatan keluarga,” sambung Sashkya.
Lebih lanjut, Sashkya menganggap pesatnya perkembangan teknologi dianggap mempermudah pencarian jawaban atas kegelisahan mereka. Tetapi di sisi lain muncul fenomena Paradox of choice atau kebingungan pengambilan keputusan akibat terlalu banyak ketersediaan informasi. Sehingga dapat meningkatkan kecemasan ibu.
“Dengan banyaknya informasi yang bisa didapatkan oleh para ibu, terkadang justru membuat semakin bingung. Gunakan prinsip less is more. Batasi opsi dalam mencari jawaban. Belum tentu pengalaman ibu lain dengan ibu lainnya sama. Jangan digeneralisasi," terangnya.
Salah satu pemicu kegelisahan lain pada ibu milenial adalah mom-shaming. Mom shaming itu juga menjadi salah satu kegelisahan pada ibu milenial ketika seorang ibu mendapatkan judge dari orang lain mengenai cara pengasuhannya.
"Kalau zaman dulu mungkin tekanannya hanya dari orang tua, mertua, atau suami. Namun ibu milenial sekarang lebih mudah stres. Melihat orang lain bisa traveling sambil membawa anaknya stres, jadinya gampang marah dan baper," tutur Sashkya.
"Padahal otak kita itu tidak bisa membedakan mana false danger mana real danger. Sehingga hal-hal remeh seperti melihat media sosial orang lain saja bisa dianggap sebagai real danger oleh otak kita,” tutup Sashkya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)