“Buat yang betul-betul menjadi anak rantau dan sendirian, tidak dipungkiri lagi pasti akan muncul perasaan homesick meskipun silaturahmi bisa dilakukan secara virtual dan bisa dilakukan setiap saat,” ujar Efnie Indrianie, M.Psi, Psikolog anak, remaja, dan keluarga.
Menurut Efnie, penghayatan yang dirasakan secara psikologis saat bertemu secara langsung dengan melalui virtual saja tentu akan mengalami perbedaan. “Akan tetapi jika di perantauan ada pasangan atau keluarga kecil maka homesick yang dirasakan tidak akan terlalu besar,” tuturnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Begitu juga dengan menjelaskan mengenai suasana lebaran yang berbeda ini kepada anak-anak. Biasanya mereka belum terlalu memahami mengenai adanya pandemi seperti ini sehingga mungkin anak-anak merasa ada yang berbeda dalam caranya mereka merayakan lebaran, misalnya saja seperti berlebaran yang harus dilakukan tanpa berkeliling atau bertemu dengan keluarga besar.
“Konsep virus itu sesuatu yang abstrak. Nah, bisa disebutkan saja jika ada “kuman korona”. Kuman ini ada dimana-mana dan ada di udara. Kuman korona ini juga mudah berpindah jika kita bersentuhan badan dengan orang lain selain yang ada di rumah,” ujar Efnie.
Ia menyarankan untuk menjelaskan kepada anak, jika kita bepergian sembarangan makan kuman corona tersebut akan mudah menyerang kita. "Itulah sebabnya kita di rumah saja dan hanya bisa bertemu dengan keluarga melalu video saja,” ujarnya.
Penjelasan-penjelasan seperti itu kemungkinan bisa diterima dengan anak dan mereka bisa menjadi lebih memahami alasan mengapa lebaran yang mereka rasakan berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Anak-anak bisa lebih menangkap jika kita menjelaskan mengenai istilah kuman biasanya. Anak-anak pun bisa memahami bahwa kuman itu sebagai sumber penyakit,” ujar Efnie. Dengan begitu, mereka bisa menerima keadaan yang sering disebut dengan new normal ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)