Yang antre bukan hanya warga Solo, tetapi banyak juga dari daerah lain, seperti Karanganyar, Klaten, dan Sukoharjo. Gatot, 40, warga Boyolali, sengaja datang ke Masjid Darussalam Jayengan untuk mendapatkan bubur samin, lalu membawa takjil itu ke rumahnya.
"Saya berharap dengan mendapat bubur samin, keluarga saya mendapat berkah dan keselamatan," kata Gatot, Minggu petang 28 Mei 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

Warga antre mendapatkan bubur samin di Masjid Darussalam Jayengan. Antara Foto/Maulana Surya
Warga yang ingin mendapatkan bubur samin sudah antre sejak pukul 16.00 WIB. Tradisi menikmati bubur samin saat berbuka puasa sudah berlangsung sejak masa nenek moyang.
Ketua Pengurus Masjid Darussalam Rosyidi Muchdlor mengatakan, bubur samin sebenarnya makanan khas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bubur ini di Kalimantan biasa dijual setiap hari.
Istimewanya di Kota Solo hanya dibuat saat bulan Ramadan dan hari raya umat Islam. Rosyidi menceritakan, awal mula bubur samin menjadi tradisi di Masjid Darussalam.
Masjid Darussalam semula berupa langgar yang didirikan pada 1907 oleh para saudagar dan pengrajin batu mulia dari Martapura, Banjarmasin. Mereka merantau untuk berdagang di Kota Solo, lalu berinisiatif membangun langgar di Jayengan.
Langgar Jayengan semula berupa bangunan terbuat dari anyaman bambu, kemudian menjadi bangunan dari batu pada 1930-an. Para saudagar yang sudah berhasil berdagang di Solo, lantas membangun langgar Jayengan menjadi masjid yang ada saat ini.

Pengurus Masjid Darussalam membuat bubur samin. Foto: Ferdinand
Masjid itu sejak zaman dahulu merupakan tempat pertemuan para saudagar di Kota Solo. Mereka berkumpul dan bersilaturahmi, terutama saat bulan puasa, disajikan takjil berupa bubur samin. Tradisi ini diperkirakan mulai pada 1965-an.
Bubur itu, kata Rosyidi, dimasak dengan minyak samin yang ciri khas warnanya kekuningan, kemudian ditambah rempah, seperti kapulogo, kayu manis, dan lainnya diramu menjadi satu.
"Bubur beras ini juga diberikan daging dan sayuran serta diaduk selama kurang lebih empat jam," ujar Rosyidi.
Menurut Rosyidi, pengurus menghabiskan 45 kilogram beras per hari untuk membuat bubur samin. Bubur samin tidak hanya untuk masyarakat miskin, tetapi semua kalangan. (Antara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (TRK)
