Namun, perbedaan bukan alasan untuk menyatakan Islam lain salah sementara Islam yang kita anut benar. Ramadan, justru merupakan momen tepat untuk saling toleransi antar-umat beragama, terutama kelompok Islam yang sedikit berbeda dari mayoritas.
"Bagaimanapun tidak ada satu agama yang ingin memecah belah. Orang beragama harus menebar kasih antar-sesama. Terutama di bulan Ramadan, bulan cinta kasih dan momen untuk saling toleransi," demikian disampaikan Intelektual Muda Nahdlatul Ulam Zuhairi Misrawi, dalam Sentilan Sentilun, Sabtu 27 Mei 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Inti puasa Ramadan, kata Zuhairi, adalah menahan diri. Dari emosi, amarah, hawa nafsu, dan sebagainya. Disebutkan Nabi, seseorang belum dapat dikatakan berpuasa jika hanya menahan lapar dan dahaga. Puasa juga harus mampu menahan hawa nafsu dan amarah.
Menahan hawa nafsu tak hanya soal makanan, kepada mereka yang sedikit berbeda pandangan dari sebagian besar orang juga perlu menahan diri. Sebab, Islam mengajarkan juga tentang toleransi.
Dalam konteks membangun toleransi, Zuhairi mengatakan para ulama khususnya dari Nahdlatul Ulama (NU), paling tidak memiliki 3 model.
Pertama, toleransi antar-sesama agama. Antar-kelompok muslim satu dengan muslim lainnya harus damai, tidak boleh menebar kebencian atau kekerasan.
"Tapi ini saja tidak cukup, karena toleransi antar-umat beragama itu paling rendah. Toleransi sesama agama sebenarnya biasa saja, umum," kata pria yang akrab disapa Gus Mis itu.
Toleransi sesama agama masih dianggap umum, sebab ada model toleransi kedua yang lebih tinggi, yakni yang disebut oleh para ulama sebagai ukhuwah wathaniyah atau toleransi kebangsaan.
Ukhuwah wathaniyah berkaitan dengan toleransi terhadap sesama warga negara, tidak memandang suku, agama, ras, maupun golongan.
Dengan dua model toleransi ini pun dianggap belum cukup. Ada toleransi ketiga yang dianggap paling tinggi dari dua sebelumnya, yakni toleransi kemanusiaan atau ukhuwah bashariyah.
"Bahwa kita semuanya adalah keturunan Nabi Adam. Semua kita sama. Asalnya, kita kembali pun sama. Jadi kita punya toleransi yang sama dalam republik ini karena para ulama sejak dulu mengajarkan kita hidup toleran baik sesama agama, warga bangsa, dan sesama warga manusia," jelas Gus Mis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)
