Perilaku konsumtif ini tercetus lantaran masyarakat mengandalkan bakal mendapatkan dana tunjangan hari raya (THR) sehingga terkadang dana yang dikumpulkan selama setahun akan habis seketika untuk kebutuhan ramadan hingga lebaran.
"Memang tren konsumsi meningkat selama ramadan dan lebaran. Tapi secara psikologis THR itu memang memicu konsumsi berlebih juga," ujar perencana keuangan Aakar Abyasa Fidzuno, dalam Newsline, Senin 22 Mei 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Untuk menyiasati agar pengeluaran bisa dikendalikan, Aakar menyarankan agar upah hasil bekerja dipangkas untuk investasi. Sebab jika digunakan untuk konsumsi, berapapun jumlahnya akan habis begitu saja.
Selain itu, masyarakat juga disarankan agar kebutuhan yang memerlukan biaya besar dipenuhi jauh hari sebelum ramadan tiba. Seperti pembelian tiket mudik, belanja pakaian, biaya penginapan, hingga alokasi untuk oleh-oleh atau angpao dilakukan di awal.
"Jadi 2-3 bulan sebelumnya kita sudah keluarkan biaya-biaya yang harusnya kita keluarkan ketika ramadan dan lebaran. Sehingga ketika lebaran THR nya enggak habis," katanya.
Sementara itu, untuk urusan konsumtif di luar kebutuhan seperti kegiatan ramadan di luar pekerjaan hingga buka puasa bersama yang memang setiap tahun pasti terjadi, Aakar meminta agar paling tidak 50 persen dana dari penghasilan dan THR sudah mencakup seluruh kebutuhan selama ramadan hingga lebaran.
Hal ini tak lain agar ketika ramadan dan lebaran usai, masih ada sisa dana untuk memulai kembali kehidupan sehari-hari seperti biasanya.
"Kalau setelah itu kita tidak punya tabungan sama sekali, berarti ada yang salah dengan pola konsumtif kita. Itu yang kemudian jadi bahan evaluasi untuk menyelamatkan keuangan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)
