Berita tentang informasi Ramadan 2024 terkini dan terlengkap

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Aqil Siroj/ Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Aqil Siroj/ Foto: Antara/M Agung Rajasa

Ramadan bukan Bulan Bermalas-malasan

Sobih AW Adnan • 28 Mei 2017 02:44
medcom.id, Jakarta: Ramadan adalah bulan amal, jihad, ijtihad, dan mujahadah.
 
Kepada Metro TV, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Aqil Siroj berbagi cerita tentang sisi lain Ramadan dan Islam di Indonesia.
 
"Semuanya mesti ditingkatkan. Baik aktivitas lahir, ketika dipersembahkan untuk Allah SWT itu disebut jihad. Aktivitas intelektual atau ijtihad, juga aktivitas ruhani atau spiritual dengan istilah mujahadah," ujar Said dalam acara News Maker Ramadan di Metro TV, Sabtu, 27 Mei 2017.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Peningkatan akhlak
 
Bagi dunia pesantren, Ramadan menjadi ladang berpacu dalam kebaikan. Rangkaian kegiatan kian diramaikan dengan banyaknya aktivitas dan penambahan jadwal pembelajaran.
 
Beberapa mata pelajaran yang tidak termaktub dalam kurikulum reguler, bisa didapat ketika Ramadan. Pembacaan kitab kuning yang biasanya dilakukan di setiap usai salat lima waktu itu lazim disebut Ngaji Pasaran Ramadan atau Posonan.
 
"Saya membaca kitab Tafsir Yasin usai Subuh. Ditargetkan rampung selama 20 hari," kata Said mencontohkan kegiatannya di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan.
 
Melalui Ramadan, santri digenjot dari sisi spiritual dan intelektualitas. Sebagaimana tujuan yang umum diberlalukan dalam sistem pendidikan tua itu, pesantren mencita-citakan lulusan yang tidak cuma cakap dalam bidang keagamaan. Tapi juga unggul di bidang akhlak dan keilmuan.
 
Beradab dan berbudaya
 
Lebih lanjut Said menjelaskan, pesantren adalah salah satu institusi pendidikan yang mengedepankan pengajaran Islam secara lebih komprehensif. Dalam arti, Islam ditekankan bukan cuma untuk keluhuran pribadi, tetapi juga sebagai tata laku dalam sosial.
 
"Terutama NU, mengadopsi dua prinsip utama, tawasuth (moderat) dan tasamuh (toleran). Moderat, tidak mungkin tanpa pengetahuan. Juga toleran, tidak mungkin tanpa budi pekerti luhur atau berakhlak," kata sosok yang karib disapa Kiai Said ini.
 
Pesantren dan NU tidak menghadap-hadapkan antara agama dan kearifan lokal. Menurut dia, budaya justru patut dijadikan sebagai insfrastruktur agama. Dengan syarat, selama tradisi itu tidak bertabrakan dengan syariat.
 
Dalam NU, prinsip ini masyhur disebut pandangan Islam Nusantara.
 
"Contohnya, batik, kopiah, sarung, itu hasil dari budaya lokal. Baik juga jika dipakai untuk ibadah, salat misalnya," kata dia.
 
Islam Nusantara bukan mazhab tersendiri, kata Said. Melainkan cuma ciri khas yang menjadi keunggulan umat Islam di Indonesia.
 
Satu lagi Kiai Said mencontohkan, di banyak daerah ada masjid yang cenderung berdampingan dengan kantor pemerintahan. Yang menarik, lapangan atau halaman yang digunakan cuma satu. Keduanya berbagi, bergantian.
 
"Ini adalah simbol persatuan. Tentu, antara pemerintah, agama, dan rakyat. Di negara lain, Timur Tengah misalnya, tidak ada tradisi itu," ujar Said.
 
Jatuhnya, secara mendalam tradisi-tradisi seperti itu akan meresap ke dalam sikap keberagamaan dan sosial. Islam, bisa menghadirkan fungsi dan manfaatnya secara menyeluruh.
 
Itulah pemahaman Islam yang komprehensif, kata Kiai Said. Jika sudah diartikan seperti itu, maka agama akan mendorong manusia untuk maju, berperadaban, berbudaya dan produktif. Tujuannya, membangun masyarakat yang sehat dan cerdas.
 
"Islam mendorong masyarakat solid dan guyub," kata dia.
 
Islam tidak boleh diatasnamakan untuk saling benci. Pun Ramadan, kata dia, semestinya dimanfaatkan sebagai momentum untuk berbuat baik. Ramadan jadi waktu yang baik untuk saling memaafkan dan menguatkan.
 
"Jika pernah berselisih akibat dinamika politik, melalui Ramadan, kita tinggalkan," pesan Said.
 
Ramadan bukan bulan bermalasan, termasuk untuk membuang sikap-sikap buruk yang tidak diajarkan Rasulullah Muhammad SAW. Said mengajak umat Islam agar sekuat tenaga menghindari kesombongan, iri, dengki, dan fitnah melalui kebaikan Ramadan.
 
"Mari kita menjadi ibadillahi as salihin. Saleh yang mengedepankan akhlak," tutup Kiai Said.
 


 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SBH)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif