Berita tentang informasi Ramadan 2024 terkini dan terlengkap

Ilustrasi/pixabay
Ilustrasi/pixabay

Tafsir Al Mishbah: Pemimpin Ideal dan Konsep Tawakal dalam Alquran

Sobih AW Adnan • 11 Juni 2016 15:53
medcom.id, Jakarta: Perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam mengemban tugas sebagai penyeru kebenaran bukanlah pekerjaan mudah. Pesan-pesan Alquran yang disampaikan Nabi tidak lantas dengan gampang diterima dan diikuti masyarakat Arab masa itu. Ada proses panjang yang dilakukan Rasulullah sesuai dengan petunjuk langsung dari Allah SWT. Dalam surat As-Syuaraa ayat 214, Allah SWT berfirman: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
 
"Perubahan harus dimulai dari keluarga. Itu makanya Rasul bersabda 'Ibda binafsik tsuma liman taud', mulailah dari dirimu lalu keluargamu. Nabi bergerak dari lingkungan terdekat. Pertama istri tercintanya, Khadijah masuk Islam. Lantas 'anak angkatnya' Ali ibn Abi Thalib, kemudian sahabat Abu Bakar, hingga Mekah, jazirah Arab, dan terus meluas," kata KH Quraish Shihab dalam tayangan Tafsir Al Mishbah di Metro TV, Sabtu (11/6/2016).
 
Ketika telah menyampaikan pesan kebenaran dan mulai diikuti, maka Allah SWT melalui ayat selanjutnya berpesan tentang gambaran pemimpin ideal. Di dalam ayat tersebut diterangkan bahwa kategori pemimpin yang baik ialah yang bertanggung jawab, pemimpin yang memberi perlindungan kepada para pengikutnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Dalam ayat selanjutnya terdapat kalimat 'wa ihfiz janahaka', rendahkan sayapmu. Ini sebuah kiasan. Induk ayam akan mengembangkan dan merendahkan sayapnya guna melindungi anak-anaknya. Maka makna dari penggalan ayat tersebut adalah kasihani, pelihara, dan lindungilah orang-orang yang mengikuti dari orang-orang yang beriman."
 
Tahap per tahap yang ditempuh Rasulullah dalam kedua ayat tersebut dikategorikan sebagai ikhtiar alias usaha. Barulah pada keterangan selanjutnya Allah SWT berfirman ' Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan."
 
"Inilah tawakal. Tawakal berasal dari kata wakil. Jadikan Allah SWT wakilmu," kata Kiai Quraish.
 
Terdapat perbedaan antara istilah menjadikan wakil dalam wilayah manusia dan Allah SWT. Dalam pandangan sesama manusia, tugas wakil adalah mengikuti petunjuk dari yang mewakilkan. Juga status wakil bisa ditarik bila terdapat kekeliruan di dalam menjalankan amanat. Begitu pula ketika wakil telah bekerja, maka sang pemberi petunjuk boleh untuk tidak terlibat langsung di dalam urusan.
 
"Namun itu jauh berbeda ketika seorang manusia menjadikan Allah SWT sebagai wakilnya dalam sebuah urusan. Karena Allah SWT lebih mengetahui permasalahan, sementara manusia; tidak. Kuncinya, ketika bertekad menjadikan Allah SWT sebagai wakil maka yakinlah apa yang akan diputuskan atau jalan yang dipilihNya adalah hal yang terbaik."
 
Berbeda di saat memilih wakil dalam konteks manusia yang dipercaya menggantikan secara penuh dalam menghadapi apa yang ditugaskan, pemaknaan tawakal bukan berarti memasrahkan persoalan kepada Tuhan tanpa didahului usaha yang maksimal.
 
"Tidak ada perintah bertawakal kepada Allah SWT dalam Alquran kecuali sebelumnya terdapat perintah untuk berusaha. Persis seperti yang tergambar dalam ayat-ayat tadi," jelas Quraish Shihab.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SBH)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif