Tsabit merupakan salah satu sahabat yang taat dalam menjalankan anjuran-anuran Nabi, termasuk dalam menghormati dan melayani tamu. Hanya saja, di balik senyum sambut itu, Tsabit memendam sedikit rasa gusar sebab ia pun berasal dari keluarga yang penuh keterbatasan.
"Apakah ada makanan petang ini, istriku?," tanya Tsabit kepada istrinya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Demi Allah, wahai suamiku. Tidak ada lagi makanan yang kusimpan terkecuali sedikit," jawab sang istri.
Tsabit menghela napas sejenak. Sedikit melongok seseorang yang ia persilakan menunggu barang sebentar.
"Aku membawa seorang tamu, jika kami mulai makan, padamkanlah lampu dan berpura-puralah memperbaikinya. Selama perut tamu kita belum kenyang, jangan makan sedikit pun dari makanan itu," ucap Tsabit dibalas anggukan sang istri.
Waktu berbuka tiba. Sang tamu menyantap hidangan yang serba pas-pasan itu. Sementara Tsabit dan istrinya hanya berkecap-kecap seolah turut bersantap, padahal ujung tangan keduanya tanpa sedikitpun menyentuh mulut dan makanan.
Keesokan harinya, sang tamu pamit untuk melanjutkan perjalanan, sementara Tsabit kembali menghadiri majelis untuk mendapatkan berkah dan pencerahan dari Nabi. Ketika keduanya berjumpa, tiba-tiba Rasulullah tersenyum dan bersabda:
"Wahai Tsabit, Allah SWT menghargai pelayananmu terhadap tamumu semalam."
Tsabit tersentak. Rasa gembira, malu, sekaligus haru bercampur di dadanya.
Sumber: Ad-Durrul Mantsur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SBH)
