Pada Masjid Mantingan diberi nama Masjid Astana Sultan Hadlirin. Sultan Hadlirin merupakan suami Ratu Kalinyamat yang dimakamkan di komplek Masjid Mantingan.
“Menurut cerita orang-orang tua itu, masjid ini (Masjid Mantingan) dibangun oleh Ratu Kalinyamat untuk mengobati luka hati karena sang suami meninggal. Terus dibangunlah masjid ini di dekat makam suamninya,” ujar Eko, salah satu warga Mantingan yang tinggal tidak jauh dari Masjid Mantingan, Minggu, 24 Maret 2024.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Masjid Mantingan memliki gaya arsitektur perpaduan dari kebudayaan Hindu, Jawa, dan Tionghoa. Akulturasi itu tampak salah satunya pada bentuk atap berbentuk tumpang dan mustaka. Bentuk ini merupakan akulturasi arsitektur masa Majapahit dan Tionghoa.
Baca juga:Konvoi 'Sound Horeg' Bangunkan Sahur di Malang Ditertibkan Polisi |
Nuansa Tionghoa juga tampak pada ukiran-ukiran hiasan di dinding bangunan utama masjid. Panel ukiran itu dibuat dari batu padas. Bentuk dan motifnya bergam, ada yang berbentuk lingkaran, heksagon, kelelawar, dan persegi. Motifnya berupa untaian tali, sulur, daun, bunga, dan hewan yang disamarkan.
Kebudayaan Jawa pada Masjid Mantingan terhilat dari bentuk gapura masuk masjid. Serta sebuah petilasan candi di dekat masjid yang saat ini sudah tidak utuh lagi.
“Secara keseluruhan bangunan Masjid Mantingan itu masjid kuno Jawa. Ya, karena ada tiang penyangga atau biasa disebut soko guru. Terus atapnya bersusun. Ada serambinya juga. Lalu gapura masuk masjid berbentuk melengkung,” kata Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)