Sembari merapikan pakaian yang ia kenakan, Umar menjawab, "Biar aku sendiri yang menjaga mereka."
Dengan tetap ditemani Abdurrahman, Umar menjaga keberadaan para tamu sekaligus menunaikan salat sepanjang malam. Namun ketika ia mendirikan salat pertama, Umar mendengar suara tangis bayi. Seusai salam, khalifah Umar mendekat dan kepada ibunya ia berkata, "Takutlah engkau kepada Allah SWT, wahai Ibu. Rawatlah dengan baik anakmu itu."
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Umar kembali menunaikan salatnya, namun ketika baru menginjak rakaat kedua, sang bayi kembali menangis. Khalifah mengucap nasihat yang sama hingga sebanyak tiga kali sampai akhirnya perempuan itu menjawab, "Wahai khalifah, sesungguhnya aku sedang berusaha menyapihnya dan berusaha memalingkan perhatiannya agar tak lagi menyusu. Tetapi dia tetap ingin menyusu sehingga terus menangis dan mengganggu salatmu."
"Kenapa engkau menyapihnya?" tanya Umar.
Perempuan itu menjawab, "Karena engkau, wahai khalifah, hanya memberikan jatah untuk anak-anak yang telah disapih belaka."
"Berapa usia bayimu itu?" tanya Umar kembali.
"Baru beberapa bulan saja," ibunya menegaskan.
Umar tertegun. Ia menyesali kelalaiannya dalam merumuskan kebijakan yang selama ini dianggap sebagai usaha menjamin kesejahteraan rakyat. Di dalam benaknya, Umar berkata, "Celakalah engkau, wahai Umar. Berapa banyak bayi yang telah engkau bunuh karena diabaikan?"
Khalifah kembali menatap ibu dari si bayi yang menangis itu, ia berkata, "Kau menyapih bayimu terlalu cepat. Maka janganlah terlalu cepat menyapih anak-anak kalian. Karena mulai detik ini, kami akan memberikan jatah dan menjamin kesejahteraan bagi seluruh bayi keluarga Muslim."
Setelah itu, Umar memberikan pesan kepada Abdurrahman ibn Auf agar kebijakan barunya itu lekas disebar dan diberitakan.
Sumber: Disarikan dari atsar Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat dengan sanad bersumber dari Abdullah ibn Umar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SBH)