“Frankensteindid not invent the fear of science; the novel found its audience because it dramatized anxieties that already existed. Although popular entertainment can, over the long run, shape public perceptions, it becomes popular in the first place only if it addresses preexisting hopes, fears, and fascinations.”
"Tokoh Frankenstein sebetulnya bukanlah yang menciptakan ketakutan orang terhadap praktik-praktik science. Kisahnya berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat karena berhasil mendramatisasi kegelisahan yang ada di masyarakat. Meskipun produk hiburan mampu membentuk persepsi publik, namun untuk menjadi dikenal masyarakat luas perlu untuk menyentuh dimensi perasaan seperti harapan, ketakutan, ataupun perasaan takjub."
Persepsi publik memiliki peran penting dalam menciptakan rasa kepercayaan di tengah masyarakat. Secara sederhana, persepsi muncul dari informasi-informasi yang diterima oleh pancaindra kita. Interpretasi masyarakat terhadap suatu atau sekumpulan informasi akan berdampak terhadap reaksi yang ditimbulkan oleh masyarakat tersebut. Tahun 2020 menghadapkan kita pada pandemi covid-19. Banyak perubahan dalam kehidupan kita. Mulai dari bekerja di rumah, proses belajar mengajar jarak jauh, dan banyak masyarakat yang harus kehilangan sumber penghasilannya.
Pandemi juga memaksa perusahaan farmasi sesegera mungkin mengembangkan vaksin yang mampu melawan virus korona. Vaksin dianggap sebagai kunci penting dalam upaya untuk mengontrol penyebaran covid-19.
Pada Desember 2020, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa vaksin Sinovac produksi Sinovac Biotech akan digunakan dalam program vaksinasi nasional. Pengumuman ini memang tidak serta-merta mengusir kegelisahan masyarakat. Masih ada yang mempertanyakan keamanan, kehalalan, hingga efek samping vaksin.
Pemerintah mengerti akan hal ini, sehingga vaksin yang akan digunakan tetap melalui tahapan yang dipersyaratkan. Sinovac kemudian mendapatkan EUA (emergency use authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
Puncaknya, untuk memberi keyakinan penuh kepada masyarakat Indonesia, pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin. Proses ini disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden. Bersama Jokowi, turut disuntik pula figur publik dan acara disiarkan secara langsung. Ada ketua IDI, panglima TNI, kapolri, perwakilan kelompok agama, hingga artis Raffi Ahmad.
Keberadaan sosok-sosok tersebut tentu menjadi penting dalam memaksimalkan efek komunikasi publik yang dilakukan pemerintah. Agar jangkauan informasi ini semakin luas. Agar persepsi positif terus terbentuk dan kepercayaan terhadap proses vaksinasi nasional meningkat.
Melalui penayangan live streaming ini setidaknya kita bisa melihat ada tiga objek yang ingin dikomunikasikan pemerintah kepada masyarakat luas. Pertama adalah progres. Pemerintah tidaklah lepas dari kritik terkait penanganan covid-19. Siaran live streaming tersebut bertujuan untuk memperlihatkan bahwa pemerintah terus bekerja dan berprogres dalam menangani kasus covid-19.
Kedua adalah penjangkauan seluas-luasnya. Pemerintah ingin agar pesan ini bisa ditangkap oleh sebanyak-banyaknya masyarakat. Mereka yang menjadi penonton Youtube, pembaca berita online, hingga yang aktif di sosial media. Setiap kelompok masyarakat mulai dari kelompok muda hingga kelompok agama pun menjadi target strategi komunikasi pemerintah.
Lalu yang ketiga adalah mengenai tingkat kepercayaan dan keyakinan. Kesediaan Jokowi untuk disuntik pertama kali ini adalah sebagai upaya untuk menyajikan efek positif dari program vaksinasi.
Tentu, upaya pemerintah tidak bisa berakhir pada live streaming saja. Medium-medium lain menjadi sangat penting untuk bisa dimanfaatkan bahkan dalam komunikasi yang sifatnya G2P (government to people). Hal ini terlihat saat pemerintah gencar mengabarkan kedatangan vaksin.
Setiap kali vaksin datang, saluran Youtube resmi langsung memberitakan. Sebagai contoh, pada pertengahan April, pemerintah sudah mendatangkan vaksin tahap kedelapan untuk produk vaksin dari Sinovac. Indonesia menambah 6 juta dosis vaksin Sinovac. Secara kumulatif, Indonesia telah menerima 59,5 juta vaksin, termasuk dalam bentuk ‘bulk’. Pemerintah, baik pihak Kementerian Kesehatan maupun Satgas Covid-19 rutin dan aktif dalam menyampaikan proses dari vaksinasi yang tentunya juga menjadi bagian dari strategi komunikasi.
Dalam hal ini tentu objek dari strategi komunikasi yang ingin dicapai pemerintah adalah untuk membentuk opini atau persepsi publik yang positif terkait vaksinasi. Persepsi publik dianggap menjadi tiang penyangga dalam keberhasilan program vaksinasi. Karena, dengan munculnya persepsi yang baiklah, maka masyarakat akan percaya dan rela untuk menerima vaksin.
Menumbuhkan ekonomi
Setahun berjibaku dengan pandemi, pertumbuhan ekonomi Indonesia berdarah-darah. Pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) Indonesia pada kuartal IV 2020 mencapai minus 2,19%. Sehingga, Indonesia masih bisa dibilang berada dalam fase resesi. Di awal 2021, pemerintah sempat menargetkan pertumbuhan GDP mencapai 5,5%. Angka yang optimistis. Memang belum tentu berhasil, tapi belum tentu juga gagal.Tapi di luar gagal atau berhasilnya upaya pemerintah dalam mencapai angka ini, bisa jadi ini ara untuk mempertontonkan optimisme. Cara ini merupakan bagian dari strategi komunikasi publik.
Pertanyaan berikutnya adalah apa hubungannya antara strategi komunikasi publik pemerintah tadi terhadap proses pemulihan ekonomi?
Komunikasi publik memiliki kekuatan untuk membentuk perilaku masyarakat dan bagaimana masyarakat mengambil suatu keputusan. Persepsi masyarakat terhadap suatu hal akan menjadi pertimbangan untuk masyarakat tersebut mengambil keputusan.
Dalam memulihkan ekonomi tentu diperlukan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari konsumen, pelaku UMKM, sektor privat, hingga pembuat kebijakan. Pemerintah perlu meyakinkan masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas ekonomi.
Butuh kepercayaan dan keyakinan yang tinggi di masyarakat untuk kembali melakukan kegiatan ekonomi. Kita sekarang bisa melihat bahwa kegiatan ekonomi sedang secara perlahan kembali bergerak.
Maka dari itu, dalam situasi seperti ini, penting bagi perusahaan-perusahaan untuk bisa menyesuaikan strategi komunikasi bisnis ataupun komunikasi korporatnya dengan tren dan sentimen yang tengah berkembang di masyarakat.
Begitu pun dengan pemerintah yang juga perlu meyakinkan masyarakat melalui berbagai program dan kebijakan. Pemerintah perlu meramu program dan kebijakan yang tepat dengan strategi komunikasi yang juga tepat.
Butuh lebih dari sekadar vaksin
Dalam membentuk kepercayaan di tengah masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas ekonomi, vaksin menjadi senjata utama dalam membentuk persepsi publik yang positif. Namun, vaksin saja tentu tidak akan cukup.Dalam program vaksinasi yang kini tengah berjalan, bisa segera mencapai status herd-immunity agar penyebaran covid-19 dapat semakin terkontrol menjadi sebuah prioritas. Pemerintah sudah menargetkan bahwa untuk mencapai herd-immunity setidaknya perlu 70% masyarakat yang sudah divaksin.
Meski narasi vaksin merupakan senjata utama dalam membentuk persepsi masyatakat, namun perlu diingat bahwa persepsi positif adalah ‘fragile commodity’. Komoditas yang mudah untuk rusak kalau tidak dijaga dengan baik. Maka dari itu, butuh lebih dari sekadar vaksin untuk bisa terus menjaganya.
Setiap pemangku kepentingan perlu bekerja sama dengan baik dalam mencapai kondisi yang lebih baik. Peningkatan public health maupun pemulihan ekonomi perlu digenjot berbarengan karena keduanya saling berhubungan.
Pemerintah yang ingin segera mencapai tahap herd-immunity perlu melakukan percepatan vaksinasi. Saat ini kebijakan terkait vaksin mandiri tengah dibahas dan tentunya proses vaksin mandiri ini juga dapat mempercepat proses vaksinasi nasional.
Sektor swasta juga perlu beradaptasi dengan situasi pandemi melalui kebijakan-kebijakannya. Agar kantor-kantor yang sudah mulai beroperasi tidak kembali harus tutup karena covid-19 yang kembali menyebar. Tak kalah penting, masyarakat juga tetap perlu untuk menjaga disiplin untuk tetap menerapkan protokol kesehatan di kawasan-kawasan publik.
Setiap pemangku kepentingan perlu bekerja sama dengan baik, meski kita tahu bahwa situasi ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Namun, menjadi penting baik bagi pemerintah maupun swasta untuk bisa meyakinkan masyarakat bahwa kita semua kini tengah secara bertahap menuju situasi yang lebih baik.
Seperti persepsi pada sosok Frankenstein tadi yang berhasil menguasai emosi ‘fears’, begitu pun dengan keberadaan covid-19 yang selama 2020 telah bermain pada ranah emosi ‘fears’ banyak orang. Melalui proses vaksinasi ini, pemerintah perlu meracik strategi agar keberadaan vaksin mampu masuk ke dalam ranah emosi ‘hope’dan lebih jauh lagi ‘fascination’.
Vaksin adalah langkah pertama sekaligus senjata. Dan targetnya adalah persepsi publik. Diperlukan strategi komunikasi publik yang tepat untuk mencapainya. Dan dibutuhkan lebih dari sekadar vaksin untuk menjaganya karena persepsi dan sentimen publik adalah ‘produk pecah belah’. Mudah untuk jatuh dan berantakan. Perencanaan dan perjalanannya perlu dikawal dengan baik dan hati-hati.[]
*Putu Radar Bahurekso, Konsultan Komunikasi dan Public Affairs di Klareco Communications