Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group, Abdul Kohar. MI/Ebet (Abdul Kohar)

Abdul Kohar

Dewan Redaksi Media Group

Menaklukkan Kengeyelan

Abdul Kohar • 23 Desember 2020 04:22
TUJUH dasawarsa lalu, Albert Camus telah menarasikan dalam Sampar wabah di Kota Oran, Aljazair, dengan deskripsi mengerikan. Namun, hari ini, kita seperti tengah mendapatkan gambaran terkuat dari novel Camus berjudul asli La Peste tersebut setelah muncul wabah covid-19.
 
Ikhtiar menemukan serum, atau dalam bahasa kita ikhtiar menemukan vaksin covid-19, demikian berliku. Persis seperti perlombaan lari, saat vaksin mulai ditemukan, virus mematikan itu juga bermutasi menjadi kian ganas di Inggris. Suasana tersebut mirip usaha yang kerap hampir sukses, tapi seolah kembali lagi ke titik nol.
 
Apakah kita akan mundur? Jelas tidak. Seperti gambaran Camus, serum itu pasti ketemu. Vaksin itu pasti ampuh. Lalu, virus-virus itu bakal pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sama ketika dia dulu datang tanpa permisi.
 
Namun, sebelum sampai virus itu pergi, perang melawan covid-19 bak dongeng dalam novel The Plague (Sampar), sekaligus juga perang melawan keraguan, melawan ketidakpercayaan. Tak semua senang, nyaman, percaya pada kehadiran vaksin. Saat sebagian besar orang berupaya 'meratakan' kurva korona dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan, masih ada yang yakin covid-19 hanyalah rekayasa. Pagebluk itu konspirasi, begitu kira-kira keyakinan mereka. Itulah yang terekam dalam survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei menunjukkan masih ada sekitar 28 persen warga tidak takut tertular covid-19. "Yang takut, lalu mengambil langkah-langkah disiplin ketat, ada sekitar 71 persen," kata Manajer Kebijakan Publik SMRC Tati Wardi pada rilis daring survei nasional SMRC bertajuk Kepercayaan Publik Nasional pada Vaksin dan Vaksinasi Covid-19, di Jakarta, Selasa, 22 Desember 2020.
 
Survei nasional SMRC dilakukan pada 16-19 Desember 2020 melalui wawancara per telepon kepada 1.202 responden yang dipilih secara acak. Persentase warga yang tidak takut tertular covid-19 menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan survei SMRC sebelumnya pada 7-10 Oktober 2020. Ketika itu, persentase mereka yang tidak takut tertular covid-19 baru 16 persen.
 
Sebaliknya, proporsi warga yang takut tertular covid-19 mengalami penurunan dari 84 persen pada survei 7-10 Oktober 2020 menjadi 71 persen dalam survei 16-19 Desember 2020. Kecenderungan kekhawatiran pada covid-19 itu pada gilirannya berpengaruh terhadap kesediaan untuk mengikuti vaksinasi covid-19.
 
Menurut survei SMRC tersebut, ada 40 persen warga yang menyatakan takut tertular covid-19 menyatakan bersedia divaksinasi, hanya 29 persen warga yang menyatakan kurang atau tidak takut pada covid-19 yang bersedia. Dengan kata lain, semakin tinggi keyakinan warga bahwa mereka tidak akan tertular korona, semakin rendah keinginan mereka untuk bersedia divaksinasi.
 
Penurunan proporsi warga yang merasa takut tertular covid-19 itu juga 'konsisten' dengan penurunan tingkat keyakinan publik tentang jumlah kasus yang terinfeksi oleh virus korona. Pada awal Oktober 2020, sekitar 82 persen warga yakin jumlah kasus positif covid-19 semakin banyak. Namun, proporsi tersebut menurun menjadi 65 persen dalam survei terakhir (16-19 Desember 2020), saat kian banyak orang mulai tidak takut terhadap covid-19.
 
Kondisi itu mirip juga dengan novel A Journal of the Plague Year karya Daniel Defoe yang berkisah tentang wabah penyakit pes di London pada 1665. Novel tersebut menampilkan rentetan peristiwa mengerikan yang membuat pembacanya dapat menyimak kekagetan pada masa awal wabah dan penyebaran virus baru saat itu.
 
Defoe menceritakan Kota London memberlakukan serangkaian aturan baru, seperti pelarangan perayaan publik serta penutupan restoran dan tempat minum serupa dengan di dunia nyata saat ini ketika wabah virus korona melanda. Defoe menulis tidak ada 'yang lebih fatal terhadap penduduk kota ini daripada kelalaian warganya sendiri yang tidak memedulikan aturan', padahal mereka bisa berdiam di rumah. Defoe menambahkan, "Saya melihat penduduk lainnya menaati aturan dan banyak yang hidup oleh karenanya."
 
Tiga gambaran di atas (novel Sampar karya Camus, survei SMRC, dan novel karya Defoe) menjadi cermin 'akhir cerita bahagia' kemenangan melawan wabah kerap diganjal kebebalan sikap. Keberhasilan menaklukkan covid-19 harus diawali dengan kemenangan melawan keraguan, ketidakpercayaan, kengeyelan.
 
Jika keyakinan, kepercayaan, dan 'kepasrahan' sudah bisa direbut, sama seperti tulisan novel Defoe, 'Ketika waktu itu tiba, penyebaran wabah melambat, cuaca musim dingin muncul dengan udara bersih serta dingin yang menusuk, sebagian besar mereka yang jatuh sakit telah pulih, kota mulai sehat, warga mulai sembuh'.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Virus Korona The Conversation vaksin covid-19

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif