TUGAS utama kehidupan adalah belajar. Siapa yang paling aktif dalam belajar, maka ia yang paling mampu bertahan hidup. Seorang balita aktif berlatih untuk mengekspresikan perasaannya. Menangis, meniru, kemudian merangkak, berdiri, tegak, dan melangkah, hingga mahir berjalan. Perkembangan berikutnya, ia menjadi piawai. Dan sampailah pada tahap bijak. Begitulah sampai akhirnya ia menemui ajalnya.
Tanpa ada usaha yang serius seperti penyelenggaraan sekolah pun, proses belajar di atas tetap dialami oleh manusia. Memperhatikan, menyimak, menyimpulkan, dan akhirnya memilih suatu tingkah laku. Semua bisa diamati dalam proses kehidupan yang dialami manusia, termasuk diri kita.
Secara dialektis, mata kita menatap suatu benda. Otak kita menangkap lalu mengolah dan akhirnya memutuskan untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Atau sebaliknya, pikiran kita bekerja memikirkan suatu lalu dihubungkan dengan realitas. Ia menciptakan suatu tindakan untuk membuat realitas sesuai dengan ide yang ada. Kedua teori ini sangatlah sederhana dalam melihat perilaku kita sebagai makhluk yang berpikir dan belajar. Secara etimologi belajar berarti mendapatkan pengetahuan atau kemampuan. Dalam istilah pendidikan berarti kemampuan atau pengetahuan yang didapat melalui usaha pendidikan. Dalam istilah psikologi, belajar adalah perubahan pengetahuan atau perubahan yang relatif permanen dalam memahami tingkah laku.
Secara terminologi, belajar berarti mendapatkan pengetahuan atau mengembangkan kemampuan untuk melakukan suatu tingkah laku yang baru. Learning, acquiring knowledge or developing the ability to perform new behaviors. Jadi, dalam proses belajar, bisa berarti mendapatkan pengetahuan dari nol menuju isi atau mengembangkan sesuatu yang sudah dimiliki.
Selanjutnya, kegiatan pemberian pelajaran disebut mengajar (teaching) yang berarti systematic presentation of facts, ideas, skills, and techniques to students. Kegiatan ini dinamakan pengajaran (instruction), teaching in a particular subject or skill, or the facts or skills taught. Jadi, pengajaran atau mengajar adalah mempresentasikan fakta, ide, atau skill, serta teknik tertentu kepada murid secara sistematis.
Jika dilihat dari sudut guru, mengajar pada hakikatnya adalah "belajar", dan kegiatan pengajaran bagi guru berarti “membuat siswa belajar". Dengan mengajar, seorang guru belajar banyak hal. Belajar akan materi (bahan ajar), belajar metode, belajar tentang aspek-aspek kesiswaan dan perkembangannya, atau belajar situasi kelas. Dan guru yang berhasil adalah guru yang mampu membuat anak didiknya belajar.
3 komponen utama
Kegiatan pengajaran kalau dipotret akan memberikan gambaran adanya tiga komponen utama. Meliputi, source > message > receiver. Yang pertama adalah guru, yang kedua informasi atau pengetahuan, dan yang ketiga adalah siswa.Guru adalah sebutan untuk orang yang kerjanya mengajar. Kalau melihat pernyataan ini tampak guru sangat sederhana; orang yang kerjanya mengajar. Namun, kenapa semua orang bertumpu pada guru? Ungkapan "berguru pada siapa" tampak berwibawa sekali. Apa yang diungkap oleh Purwadarminta belum bisa mewakili maksud dari kata guru, selain hanya dari sudut pekerjaan.
Dalam ensiklopedi Encarta ditulis, guru berasal dari bahasa Sansakerta. Digunakan sejak awal abad 17. Berarti, pemimpin keagamaan atau pengajar keagamaan bisa dikategorikan sebagai guru. Begitu juga pemimpin spiritual atau intelektual bagi grup keagamaan tertentu yang sangat berpengaruh dalam membuat gerakan. Kata guru memiliki medan makna antara lain; keagamaan, pemimpin, pengajar, gerakan, berpengaruh, dan diikuti. Maka, tidak heran jika guru demikian berwibawa pada masa silam dan sangat berpengaruh dalam menentukan jalan hidup muridnya.
Dalam istilah pendidikan, guru dikenal tidak saja sebagai instruktur, tapi lebih dari itu. Ia berperan sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran, pengevaluasi hasil belajar, dan sebagai direktur belajar.
Murid berasal dari bahasa Arab yang secara harfiah berarti ‘orang yang mempunyai keinginan’. Istilah ini digunakan sebagai sebutan bagi pengikut sufi yang mempunyai keinginan untuk belajar pada gurunya (Syekh atau Mursyid). Murid berarti ‘seorang yang memiliki keinginan kuat untuk memahami dan mencapai apa yang dicapai oleh gurunya’.
Bila melihat dari pengertian di atas, baik guru maupun murid, sebenarnya tampak kolaborasi yang sangat indah. Guru sebagai pemimpin, pemberi pengaruh, pemberi pengetahuan, dan penggerak. Sedangkan, murid sebagai orang yang dengan penuh semangat, ingin mencapai apa yang telah dimiliki gurunya. Murid dalam bahasa Arab disebut thalib atau mutaa'lim. Yang pertama berarti ‘penuntut’, dan yang kedua berarti ‘orang yang belajar’. Kedua kata tersebut menunjukkan sifat aktif murid dalam belajar. Ia selalu menuntut (bukan menunggu) dan senantiasa belajar hingga memiliki ilmu.
Dari sini tergambar pola hubungan guru-murid. Guru sebagai pemberi dan murid sebagai penuntut dan penerima dalam arti yang luas. Pemberi akan lebih bermanfaat jika “tindakan" memberi itu disadari dengan keikhlasan. Demikian juga halnya dengan penerima, siapa pun akan kurang pas menerima sesuatu dengan keterpaksaan. Karena itu, perlu dikembangkan pola hubungan guru murid dengan keikhlasan sebagai dasarnya. Untuk ini, kalangan pendidik masa silam (dalam Islam) mengembangkan suatu norma bagi murid yang berisikan tata cara mencari ilmu dan menghargai guru.
Az-Zarmuji pada tahun 1203 Masehi menyusun buku berjudul Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-Ta’alum. Semacam how to study dengan pendekatan norma keagamaan. Buku tersebut diawali dengan pembahasan tentang hakikat ilmu, cara mencarinya, dan keutamaan ilmu. Kemudian tentang niat belajar. Disusul pembahasan tentang memilih ilmu, memilih guru, dan memilih kawan dalam belajar.
Pada urutan keempat disampaikan topik memuliakan ilmu dan orang berilmu. Berikutnya tentang kesungguhan dalam belajar, ketekunan, dan cita-cita tinggi. Pada bagian keenam disampaikan tentang permulaan belajar, kadar, dan urutan ilmu yang dipelajari. Bagian ketujuh tentang tawakal kepada Allah. Kedelapan tentang waktu belajar. Dan kesembilan tentang asih dan menginginkan kebaikan. Kesepuluh tentang cara mencari faedah atau manfaat ilmu.
Kesebelas tentang menjauhi maksiat. Kedua belas tentang hal yang mempermudah menghafal dan yang mempermudah lupa. Dan terakhir tentang jalan mencari rizki dan hal yang menghalangi rizki, serta tentang umur panjang.
Dari kaidah norma yang diinformasikan az-Zarmuji bagi para pencari ilmu itu setidaknya memberikan model karakter yang harus dimiliki para pelajar di satu sisi dan memberikan arah “merdeka belajar” meminjam istilah Mas Menteri yang mengarah pada soft skill dan pengembangan karakter. Hingga dengan semangat cinta ilmu dan orientasi pada hasil dalam belajar tidak saja merdeka belajar yang dijalani sebagai proses/pengalaman belajar namun lebih dari itu menjadi mereka belajar.
*M Tata Taufik adalahPimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat