Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group. MI/Ebet
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group. MI/Ebet (Abdul Kohar)

Abdul Kohar

Dewan Redaksi Media Group

Nestapa Tekstil Kita

Abdul Kohar • 05 April 2023 06:03
MEMBACA data statistik serta melihat fakta-fakta perkembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kita dalam beberapa waktu terakhir ini kian membuat hati kecut. Bagaimana tidak, permintaan pasar ekspor sudah drop lebih dari 30%. Eh… begitu hendak memutar arah ke pasar domestik, serbuan pakaian bekas impor berharga murah tetap merajalela.
 
Tidak mengherankan bila badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil terus terjadi. Hingga akhir tahun lalu, sudah lebih dari 50 ribu pekerja tekstil terkena PHK. Ratusan ribu pekerja lainnya dirumahkan.
 
Di tengah masa sulit, hari Lebaran yang biasanya selalu menjadi momen untuk mendongkrak permintaan, kali ini bisa dibilang nihil. Tahun ini, untuk pertama kalinya, momen peningkatan permintaan saat Lebaran itu tidak dialami pabrik-pabrik tekstil di Majalaya, Jawa Barat.
 
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, biasanya pabrik tekstil dan produk tekstil sibuk bukan main untuk memenuhi lonjakan permintaan. Lazimnya, kesibukan ini bahkan sudah terjadi sejak beberapa bulan sebelum Idul Fitri tiba. Namun, itu tidak terjadi kali ini. Boro-boro sibuk hingga lembur, mesin-mesin pabrik malah tidak semuanya dapat beroperasi karena sepi order. Penurunan daya beli negara tujuan ekspor menjadi musibah bagi industri tekstil domestik. Tidak sedikit pengusaha tekstil dan konveksi menjual mesit jahit karena berhenti produksi. Banyak pabrik tekstil gulung tikar dan merumahkan para pegawai.
Baca juga:Thrifting, Digandrungi Anak Muda Dikecam Pemerintah

 
Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat, hingga November tahun lalu, 97 pabrik tekstil dan produk tekstil melakukan PHK sekitar 30 ribu orang buruh. Angka itu berdasarkan laporan yang masuk ke API per 21 November 2022.
 
Jika ditambah data dua asosiasi industri TPT lainnya, total sudah sekitar 61.000 karyawan yang terkena PHK. Bila ditambah dengan pekerja yang dirumahkan, badai pemangkasan pekerja di sektor ini sudah mencapai 500 ribu dari total 3,5 juta pekerja di sektor TPT nasional.
 
Perkara utama memang sepinya order dari luar negeri, khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Lebih dari separuh tujuan ekspor tekstil kita memang ke Amerika Serikat. Saat resesi melanda ‘Negeri Paman Sam’, otomatis pasar terganggu.
 
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan sepanjang 2022 industri tekstil Indonesia hanya melakukan ekspor sebanyak 1,5 juta ton, turun 17% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah ketimbang volume ekspor pada 2020 ketika awal pandemi melanda, sekaligus menjadi capaian terburuk dalam delapan tahun terakhir.
 
Celakanya, saat hendak mengambil ceruk pasar domestik sebagai pengganti hilangnya pasar ekspor, produk-produk tekstil impor berharga murah telanjur membanjiri pasar. Produk kita kalah bersaing. Masyarakat lebih memilih barang impor yang harganya jauh lebih murah ketimbang produksi dalam negeri. Terlebih kini sedang banjir impor baju-baju bekas yang tengah digemari banyak konsumen.
 
Pengusaha lokal kesulitan menyaingi produk impor itu lantaran tidak bisa mengurangi harga pokok penjualan. Insentif yang dijanjikan pemerintah belum sepenuhnya bisa direalisasikan. Tindakan hukum terhadap mereka yang memasukkan barang-barang impor ilegal masih jauh panggang dari api. Masih majal. Sejumlah pelaku usaha tekstil bahkan mengeluhkan terjadinya 'perselingkuhan' antara pengimpor produk tekstil dan aparat negara di lapangan.
Baca juga:Usai Viral Barang BuktiThriftingjadi Baju Lebaran, Polisi: Tidak Ada

 
Padahal, bila dua hal itu (insentif dan penegakan hukum) dilakukan secara konsisten, banyak yang yakin industri tekstil kita bisa bernapas, bahkan maju, sebab daya beli di Indonesia masih besar. Selain itu, inflasi kita juga masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di beberapa kawasan.
 
Ada keyakinan besar dari pelaku usaha sektor TPT bahwa kalau pasar domestik dijaga, setidaknya 70% pasar dikuasai produk lokal, maka industri kita akan melesat. Tidak terjadi lagi badai PHK. Tidak ada pula tsunami pemangkasan karyawan. Justru yang sempat mati suri akan hidup lagi.
 
Menteri Perindustrian memang sudah berjanji memberikan insentif kepada industri tekstil laiknya insentif yang diberikan saat pandemi covid-19. Janji itu mesti direalisasikan segera.
 
Menteri Perdagangan juga sudah berjanji untuk menjajaki wilayah tujuan ekspor baru bagi produk tekstil. Tapi, mungkin karena masih disibukkan dengan urusan membangun koalisi politik menuju 2024, janji itu belum sempat ditunaikan.
 
Sepertinya, nestapa industri tekstil kita masih panjang. Musim gugur sepertinya bakal lebih lama. Sabar, ya, ini ujian. Tetap semangat.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar industri tekstil impor Pakaian Bekas

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif