MENJALANKAN politik luar negeri yang bebas dan aktif merupakan amanah kemerdekaan yang dipegang teguh oleh pemimpin Indonesia dari masa ke masa. Pada implementasinya, kebijakan tersebut akseleratif dengan kondisi-kondisi aktual perpolitikan dunia.
Di awal kemerdekaan, isu penghapusan kolonialisme dan imperialisme menjadi arah perjuangan politik luar negeri saat itu. Kemudian, ketika masa perang dingin blok Barat dan Timur, Indonesia menjadi inisiator terbentuknya Gerakan Negara Non-Blok 1955 di Bandung. Indonesia juga aktif dalam penyelesaian konflik bilateral antarnegara.
Di masa ini, pandemi covid-19 menguji pemerintah kita untuk kembali mengambil peran dalam melaksanakan amanah kemerdekaan dalam mewujudkan masyarakat dunia yang damai, adil, dan makmur. Bertepatan dengan beralihnya tampuk kepemimpinan Group of Twenty (G20) atau Kelompok 20 dari Italia kepada Indonesia, pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk dapat memberikan manfaat sebesar besarnya bagi Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.
Dalam G20, Indonesia menunjukan kelasnya sebagai negara yang memiliki pengaruh besar dalam perpolitikan dunia, terutama kolaborasi antaranggotanya. Anggota G-20 adalah representasi perekonomian dunia yang memiliki potensi strategis, menguasai 85 persen Gross Domestic Product (GDP) global, 75 persen perdagangan internasional, 2/3 penduduk dunia yang terdiri dari 11 negara maju dan sembilan negara berkembang (www.kemenkeu.go.id).
Bersama Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa, Indonesia berharap dalam masa kepemimpinannya dapat memberikan kontribusi nyata dan besar bagi pemulihan dunia pascapandemi dan mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat dunia.
Krisis global di 1999 memicu inisiasi dari negara G7 untuk fokus bagaimana mencari solusi untuk mengatasi krisis atau isu seputar kebijakan fiskal dan moneter global. Dalam perkembangannya, G20 kini ingin mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Sejak 2008, G20 telah bersidang setidaknya sekali setahun, dengan pertemuan puncak yang melibatkan kepala pemerintahan atau negara masing-masing anggota.
Presiden Joko Widodo dalam Pertemuan Pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau The 1st Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang digelar di Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, mendorong sinergi dan kolaborasi negara G20 untuk menghadapi ketidakpastian global pascapandemi. Ide kolaborasi ini sangat relevan di masa pandemi.
Indonesia dan dunia belajar banyak dari pandemi covid-19 ini. Di awal 2020, seluruh dunia mengalami kepanikan atas kedatangan pandemi yang tak diduga, meluluhlantakkan tatanan kehidupan sosial dan perekononomian masyarakat. Tiada kata lain dari komunitas dunia kecuali kolaborasi multi pihak. Mulai dari pertukaran informasi dan data, penyediaan vaksin, dan kebutuhan logistik di masa pandemi.
Tema Presiden G20 adalah recover together, recover stronger atau pulih bersama, bangkit besama. Pandemi covid-19 yang membuat tatanan dunia terguncang memang membutuhkan kerja sama inovatif semua negara agar bisa segera pulih. Kepercayaan Indonesia sebagai Presidensi G20 tentunya bisa mengajak anggotanya berkolaborasi yang sejajar agar berdampak positif, tidak hanya Indonesia, tapi juga dunia. Kata kunci utama agar cita-cita tercapai adalah kepemimpinan yang transformasional, kolaborasi, dan inklusif.
Sudarwan Danim (Shalahuddin, 2015) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional berasal dari kata “to transform” yang artinya mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk yang berbeda. Seperti mentransformasikan visi menjadi sebuah realita, potensi yang menjadi aktual, laten yang menjadi manifest, dan lain-lain. Sementara itu, James McGroger Burns mengungkapkan pemimpin transformasional harus mampu mentransformasikan secara optimal tentang sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Dalam tataran praksis, Presidensi G20 harus mampu menjembatani kepentingan berbagai pihak, baik negara maju maupun berkembang. Bila menilik profil anggota G20 tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri. Namun, Indonesia harus mampu menegaskan bahwa setiap anggota mempunyai hak yang sama atas akses negosiasi. Misal, terkait isu vaksin, bagaimana mampu memberikan akses yang setara atas produk vaksin, bahan mentah hingga logistik vaksin. Isu lain, terkait akses atas kaum disabilitas dalam kompetisi global, posisi setiap anggota tentunya didiskusikan agar tetap dalam kerangka untuk perbaikan kehidupan global di masa mendatang.
Kedua, kolaborasi antaranggota G20. Dunia saat ini harus lebih mendorong kolaborasi ketimbang menggunakan pendekatan kompetisi dalam politik global. Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., akademisi dan praktisi bisnis yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, mengungkapkan teknologi dan populasi manusia telah mengubah dunia. Kolaborasi menjadi salah satu solusi bagi kondisi dunia yang terdisrupsi, yang menyebabkan meningkatnya ketidakpastian.
Momen Indonesia Presidensi G20 harus benar-benar dimanfaatkan untuk mengolaborasikan seluruh sumber daya. Kita harus saling mendukung sehingga pemulihan dunia pascapandemi menjadi lebih cepat dan berkeadilan. Belajar dari pandemi covid-19, dunia harus menyadari pentingnya penguatan koordinasi dan kerja sama global dalam menghadapi pandemi. Selain itu, memastikan bahwa dunia lebih siap menghadapi kemungkinan pandemi berikutnya. Kuncinya adalah kolaborasi peningkatan kapasitas sistem kesehatan di tingkat negara, regional, dan global. Pengalaman membuktikan pandemi berdampak signifikan bagi kesehatan masyarakat dan perekonomian global.
Terakhir, pengambilan keputusan secara inklusif, artinya mengakomodasi keberagaman dan keberbedaan anggotanya baik dalam sisi pemerintah maupun non-pemerintah yang dalam proses pengambilan keputusan global. Salah satu kekuatan utama Presidensi G20 adalah partisipatif di mana melibatkan berbagai aktor yang representasi dari masyarakat, harapanya semakin banyak isu aktual yang dapat diputuskan oleh anggota itu sendiri.
Melihat manfaat G20, kita tidak bisa menafikan ada sisi ekonomi yang berdampak signifikan akibat kegiatan tersebut. Namun, isu penting bagaimana kolaborasi yang akan timbul dari kegiatan ini di masa mendatang bagi tata kelola peradaban dunia. Targetnya, mendorong kesejahteraan yang adil bagi seluruh bangsa di dunia merupakan bentuk perwujudan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Maroli J Indarto
Maroli J indarto

