TABIAT buruk institusi penegak hukum di negara ini ialah bersikap defensif terutama manakala ada laporan anggota mereka terlibat pelanggaran hukum. Sikap itulah yang dipertontonkan insitusi penegak hukum dalam menanggapi informasi dari Koordinator Kontras Haris Azhar. Haris Azhar menulis di media sosial bahwa gembong narkoba Freddy Budiman menceritakan kepadanya ihwal anggota Polri, BNN, dan TNI yang menerima suap dari jaringan pengedar narkoba.
Celakanya, Polri, BNN, dan TNI justru berupaya memidanakan Haris Azhar. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan jauh-jauh hari sebelum Tim Pencari Fakta (TPF) menyelesaikan tugas menyatakan tidak ada anggotanya yang menerima suap dari bandar narkoba. Itulah bentuk sikap defensif institusi penegak hukum kita.
Polri memang kemudian membentuk TPF. Namun, harus diakui, TPF terbentuk atas desakan publik. Berharap aparat proaktif membentuk TPF bak pungguk merindukan bulan, ibarat menunggu Godot. Celaka pula, anggota TPF Effendi Gazali mencetuskan adanya keterlibatan jaksa. Anggota TPF lainnya, Hendardi, mengatakan pernyataan Effendi bersifat pribadi dan prematur.
Kita pun bertanya-tanya, bukankah Freddy Budiman yang telah dieksekusi mati itu menyebut keterlibatan anggota Polri, BNN, dan TNI, bukan jaksa? Apakah pernyataan Effendi itu bukan semacam pengalihan tuduhan dari tadinya yang diduga terlibat ialah Polri, BNN, dan TNI, menjadi kejaksaan? TPF mesti menjawab semua pertanyaan itu.
Di sisi lain, berbicara soal defensif versus proaktif, kita mengapresiasi Jaksa Agung M Prasetyo yang berencana membentuk TPF untuk mengungkap informasi ihwal jaksa yang kata Effendi Gazali menerima duit dari pengedar narkoba. Kita mengapresiasi karena, ketika institusi penegak hukum lain bersikap defensif, Kejaksaan Agung justru bersifat proaktif.
Jaksa Agung tidak melaporkan Effendi Gazali atau TPF ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Kejaksaan Agung bahkan berencana meminta Effendi, juga Hendardi dan Haris Azhar, menjadi anggota TPF. Jaksa Agung juga tidak buru-buru membantah mentah-mentah keterlibatan anggotanya. Jaksa Agung bahkan menegaskan akan menindak keras jika kelak TPF menemukan bukti keterlibatan anggotanya.
Berulang kali dalam forum ini kita sampaikan bahwa kejahatan narkoba yang masuk kategori kejahatan luar biasa memerlukan cara-cara luar biasa pula dalam memberantasnya. Cara-cara luar biasa itu antara lain sikap proaktif aparat penegak hukum. Sikap proaktif disebut cara-cara luar biasa karena aparat penegak hukum kita terbiasa bersikap defensif.
Dengan sikap proaktif, pertama-tama yang mesti dilakukan aparat penegak hukum ialah merespons secara positif informasi tentang keterlibatan anggota mereka. Buru-buru membantah keterlibatan anggota institusi penegak hukum merupakan sikap defensif yang terkesan melindungi anggota yang bersalah.
Sikap proaktif memperlihatkan institusi penegak hukum punya niat baik membersihkan institusi mereka dari kaki tangan kotor bandar narkoba. Tanpa niat baik seperti itu, pemberantasan narkoba bakal gagal karena mustahil membersihkan lantai dengan sapu kotor. Sikap defensif dengan melaporkan pemberi informasi juga akan menghambat pemberantasan narkoba. Masyarakat kelak malas melaporkan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, terlebih yang melibatkan aparat, karena khawatir akan dikriminalisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di