Anggota DPR sepertinya tidak pernah kehabisan akal. Saking banyak akalnya malah terkesan akal-akalan. Aroma akal-akalan sangat kental dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Revisi UU ASN sudah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR pada 24 Januari 2017. Ia disepakati sebagai rancangan undang-undang inisiatif DPR. Ada dua persoalan yang diatur RUU ASN. Pertama, pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan kedua, pengangkatan pegawai honorer menjadi ASN.
Revisi UU ASN yang penyusunannya oleh pemerintah membutuhkan waktu empat tahun mengundang tanya. Bukankah UU ASN baru sekitar tiga tahun berlaku sejak diundangkan pada 15 Januari 2014? Terus terang dikatakan bahwa UU ASN bertujuan mulia, sangat mulia, yakni membentuk ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik KKN, dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan bangsa.
Profesionalitas antara lain mensyaratkan siapa pun yang menduduki jabatan pimpinan tinggi harus melalui seleksi terbuka. Seleksi dilakukan panitia yang terdiri atas unsur eksternal dan internal instansi pemerintah yang menggelar seleksi. Pesertanya bukan hanya pegawai negeri sipil. Terbuka juga ruang bagi mereka yang bukan PNS untuk berkompetisi menduduki posisi kunci di birokrasi tersebut.
Untuk memastikan seleksi itu berjalan sesuai koridor, dilahirkanlah KASN yang bertugas sebagai pengawas yang menjamin perwujudan sistem merit. Ia menjadi lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. KASN dilahirkan bukan tanpa alasan. Bukan rahasia lagi, sebelum ada KASN, pengisian jabatan pimpinan tinggi di birokrasi sarat dengan masalah. Masalah itu muncul dari pengisian jabatan berbau nepotisme, uang pelicin untuk mendapatkan jabatan, hingga intervensi politik. Pada masa sebelum ada KASN, pejabat di kementerian diisi orang separtai, pejabat di daerah diisi tim sukses kepala daerah.
Harus tegas dikatakan KASN tidak boleh dibubarkan. Publik tentu saja berharap Presiden Joko Widodo menolak RUU inisiatif DPR itu sebab pembubaran KASN akan mengancam keberlangsungan sistem merit di birokrasi yang sudah baik selama ini. Dengan penerapan sistem merit, dipastikan hanya orang terbaik yang bisa menduduki posisi kunci. Sistem itu sangat demokratis karena memberikan kesempatan yang sama bagi siapa pun.
Persoalan lain yang tak kalah gentingnya dalam RUU ASN ialah pemerintah wajib mengangkat semua tenaga honorer menjadi PNS dalam tiga tahun setelah revisi disahkan. Pengangkatan otomatis itu hanya menambah gemuk birokrasi yang sudah sangat tambun. Saat ini setidaknya terdapat 4,7 juta ASN. Mereka belum semuanya mampu mencapai prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar dan dalam pelaksanaan manajemen kebijakan pemerintah.
Revisi UU ASN sama sekali tidak ada urgensinya. Syahwat politik di balik revisi tersebut hanya membiarkan dan melanggengkan birokrasi sebagai mesin raksasa penggerak pemerintahan yang bercitra lamban, boros, korup, ruwet, dan rumit. Lebih ruwet lagi karena konsekuensi birokrasi tambun ialah uang negara lebih banyak dipakai untuk belanja pegawai ketimbang untuk pembangunan.
Terang benderang sudah, lebih banyak mudarat daripada manfaat melakukan revisi UU ASN. Revisi itu hanya akal-akalan agar pengisian jabatan tinggi bisa dipengaruhi kepentingan politik. Revisi UU ASN sama saja memberi landasan yuridis pembangunan rumah bernama birokrasi di atas pasir yang setiap saat bisa roboh diterpa angin politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
