TAHAPAN prosesn demokrasi untuk memilih pemimpin Ibu Kota periode 2017-2022 telah dimulai.Hari ini hingga 7 Agustus mendatang,Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta membuka kesempatan penyerahan syarat dukungan bagi calon perseorangan. Hampir dipastikan,kesempatan tersebut tidak diminati.Satu-satunya bakal calon gubernur yang memiliki kemungkinan untukmaju melalui jalur independen, yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memilih kendaraan partai politik menuju perebutan kursi DKI-1.
Ahok akandiusung Partai NasDem, Hanura, dan Golkar. Partai lainnya masih gamang menetapkan pasangan calon yang hendak mereka ajukan. Gerindra baru memutuskan Sandiaga Uno sebagai calon wakil gubernur. PDIP yang seyogianya mampu mengusung sendirian tanpa harus berkoalisi bahkan belum juga menetapkan pasangan calon. Kegamangan mereka patut dimaklumi.Tiap partai ataupun koalisi yang terbentuk pasti menginginkan kemenangan dalam pemilihan umum. Namun, kali ini sosok yang harus mereka kalahkan ialah Ahok,lawan yang berat. Dalam berbagai survei, Ahok terus-menerus mendapatkan peringkatelektabilitas tertinggi.
Kini waktu pendaftaran pasangan calon sudah semakin dekat, kurang dari dua bulan lagi.Penjajakan koalisi partai pun semakin gencar. Nama-nama calon potensial yang sempat tenggelam,seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharinidan Wali Kota Bandung RidwanKamil,kembali muncul. Sejumlah nama baru bahkan turut meramaikan bursa pencalonan. Sebut saja mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Seiring dengan itu, pilihan partai mulai mengerucut menuju penetapan pasangan calon yang siap didaftarkan ke KPU.
Banyaknya calonpotensial membuka peluang terbentuknya hingga maksimal empat pasangan calon. Suatu peluang yang menguntungkan dalam proses demokrasi. Bagi wargaDKIJakarta yang memiliki hak pilih, tersedianya lebih dari dua pasangan calon akan membuat mereka leluasa memilih sesuai dengan aspirasi. Terlebih bila partai ataupun koalisi partai menetapkan bakal calon definitif lebih awal.Pemegang haksuara memiliki waktu cukup panjang untuk menimbang-nimbangcalon pilihan. Partisipasi pemilih pun otomatis akan menjadi lebih tinggi.
Pasangan calon yanglebih dari dua juga mencegah terciptanya polarisasi ekstrem antarkubu pemilih yang dapat memicuperpecahan. Kita semua masih merasakan polarisasi serupa yang terpantik oleh Pemilu Presiden 2014 lalu. Namun,yang terpenting, proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun depan dapat berlangsung dengan lancar, berapa pun pasangan calon yang maju. Perlu diingat pula, Pilgub DKIJakarta akan menjadi barometer pilkada di wilayah lainkarena Jakarta ialah ibu kota negara.
Bertolak daripilpres lalu,partai politik dan para pemilih diharapkan semakin dewasa dalam berdemokrasi, bukansekadar bernafsu mengalahkan lawan politik. Dengan begitu,tujuan memilih pemimpin yang paling mumpuni pun benar-benar dapat tercapai. Demokrasi akan meraih kemenangan ketika warga antusias berpartisipasi dalam pemilihan sekaligus berlapang dada bila calon mereka kalah.Kesempatan mengoreksi akan kembali pada pemilihdalam pilkada berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
