Ilustrasi otak. DOK morrocoworldnews
Ilustrasi otak. DOK morrocoworldnews

Penelitian MIT Ungkap Peran Penting Sel Non-Saraf Memproses Penglihatan

Renatha Swasty • 02 Oktober 2025 23:05
Jakarta: Penelitian terbaru menemukan sel otak non-saraf juga memiliki peran penting dalam memproses penglihatan. Selama ini, penelitian lebih banyak berfokus pada neuron atau sel saraf.
 
Temuan ini membantu memperdalam pemahaman tentang ilmu saraf, khususnya bagaimana otak menafsirkan dunia yang kita lihat. Riset dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) melalui Picower Institute for Learning and Memory.
 
Melansir laporan resmi di laman MIT, sel otak bernama astrocytes berperan penting dalam membantu otak memproses informasi visual. Peran ini berproses dengan menjaga keseimbangan zat kimia otak bernama GABA, yaitu neurotransmiter yang berfungsi mengendalikan aktivitas saraf. 

Menariknya, jumlah astrocytes hampir sama banyak dengan neuron, namun perannya selama ini kurang mendapat perhatian. Studi terbaru MIT menunjukkan astrocytes justru penting dalam menjaga kondisi kimia yang memungkinkan neuron bekerja sama mengolah informasi visual.
 
Secara khusus, para peneliti menghambat kemampuan astrocytes di otak penglihatan tikus untuk memproduksi protein GABA transporter 3 (Gat3). Hasilnya ditemukan neuron di area tersebut menjadi kurang mampu bekerja sama dalam mengenali informasi dari gambar atau video yang dilihat tikus.
 
GABA sendiri adalah neurotransmiter penghambat yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menajamkan aktivitas saraf. Tanpa Gat3, neuron justru “tenggelam” dalam kadar GABA yang berlebihan. Meski dampaknya pada satu neuron terlihat kecil, tetapi secara keseluruhan bisa mengganggu kemampuan jaringan saraf dalam memproses penglihatan.
 
Menurut peneliti senior Mriganka Sur, perubahan kecil pada ratusan neuron dapat berdampak besar ketika dilihat pada tingkat populasi. Penelitian ini juga menjadi yang pertama menguji peran Gat3 pada tikus hidup, mulai dari skala satu sel hingga ratusan sel yang bekerja bersama.
 
Spesifiknya, penemuan ini dilakukan oleh mahasiswa doktoral Jiho Park yang menggunakan metode baru pengeditan gen CRISPR/Cas9 untuk menghilangkan Gat3. Setelah itu, ia menganalisis aktivitas neuron dengan bantuan metode statistik dan komputasi.
 
Baca juga: Tes Terbaru Ini Bisa Bantu Kenali Risiko Alzheimer Hanya dalam 3 Menit 
 

Efek Hilangnya Gat3

Selama ini, penelitian otak lebih banyak berfokus pada neuron karena aktif secara elektrik dan lebih mudah dipelajari. Sebaliknya, teknologi untuk meneliti astrocytes berkembang lebih lambat. Namun, pada 2019 NIH mendanai penelitian Sur untuk mengembangkan alat baru guna meneliti astrocytes, termasuk varian CRISPR bernama MRCUTS yang memungkinkan penghapusan gen Gat3 secara lebih tepat.
 
Ketika Gat3 dihilangkan, aktivitas listrik neuron dilacak melalui sinyal kalsium. Hasilnya menunjukkan bahwa neuron menjadi kurang aktif dan tidak konsisten, bahkan ketika tikus hanya melihat layar abu-abu.
 
Namun, yang mengejutkan, setiap neuron secara individu masih mampu merespons gambar seperti sebelumnya, misalnya garis dengan arah tertentu. Bahkan, hubungan langsung antar-neuron melalui sinaps tetap sama, meskipun kadar GABA di sekitarnya meningkat.
 
Gangguan justru terlihat lebih jelas pada tingkat kelompok neuron. Dengan metode statistik bernama Generalized Linear Model, Park menemukan bahwa tanpa Gat3, aktivitas antar-neuron menjadi kurang selaras. Sementara itu, dengan metode komputasi Support Vector Machine, ia melihat bahwa meskipun jumlah neuron yang dianalisis ditambah, informasi yang diproses kelompok neuron tidak semakin jelas.
 
Artinya, tanpa Gat3, koordinasi antar-neuron terganggu, sehingga kemampuan otak menjadi lemah dalam memproses informasi visual.

Kaitannya dengan kasus klinis

Temuan ini juga bisa membantu menjelaskan berbagai kondisi medis. Misalnya, penurunan Gat3 di thalamus dapat meningkatkan risiko kejang, peningkatan Gat3 di striatum terkait dengan perilaku berulang, dan penurunan Gat3 di globus pallidus dapat mengganggu koordinasi gerak.
 
Karena ini adalah studi pertama yang meneliti efek Gat3 pada tingkat populasi neuron, hasilnya dapat membantu menjelaskan berbagai gejala yang selama ini diamati. Meski begitu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan, karena ada protein lain seperti Gat1 yang juga berperan di otak.
 
Penelitian ini mendapat dukungan dari National Institutes of Health, Simons Foundation Autism Research Initiative, The Picower Institute for Learning and Memory, serta beberapa lembaga lainnya. (Alfi Loya Zirga
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan