Peneliti membuka sarkofagus. Foto: sciencealert.com/CC BY-SA
Peneliti membuka sarkofagus. Foto: sciencealert.com/CC BY-SA

Peneliti Teliti Aroma Tubuh Mumi, Ternyata Enggak Bau Busuk

Renatha Swasty • 20 Februari 2025 10:43
Jakarta: Sekelompok peneliti mempelajari tubuh mumi dengan cara menciumnya. Hasil penciuman menemukan aroma menarik dari tubuh mumi.
 
Cecilia Bembibre, dosen Sustainable Heritage di UCL diminta oleh Universitas Ljubljana, bekerja sama dengan Universitas Krakow dan Museum Mesir di Kairo, membantu penelitian tentang tubuh mumi. Ljubljana sedang mempelajari tubuh mumi di museum nasional di Slovenia.
 
Dia diundang untuk memperluas penelitiannya ke beberapa tubuh mumi di Kairo. Terdapat pedoman ketat tentang mempelajari tubuh-tubuh ini yakni peneliti harus menggunakan teknik yang tidak merusak.

"Salah satu caranya adalah dengan melihat apa yang bisa dipelajari dengan cara mencium," kata Bembibre dikutip dari laman sciencealert.com, Kamis, 20 Februari 2025.
 
Bembibre merupakan peneliti di bidang warisan sensorik, yang meneliti objek warisan dengan indera selain penglihatan. Dia mengembangkan metode untuk mengidentifikasi dan melestarikan aroma yang signifikan secara budaya.
 
Penelitian dipimpin oleh Profesor Matija Strlic dan peneliti PhD Emma Paolin. Peneliti mempelajari sembilan mumi di Museum Mesir, empat di antaranya dipamerkan dan lima lainnya disimpan.
 
Mumi-mumi tersebut berasal dari periode waktu berbeda, yang tertua berasal dari 3.500 tahun lalu. Mereka juga diawetkan dengan cara berbeda dan disimpan di tempat berbeda. Sehingga, memberikan representasi layak dari semua tubuh mumi di berbagai koleksi di seluruh dunia.
 
Bembibre membentuk sebuah tim yang terdiri dari delapan orang ahli pengendus. Beberapa di antaranya adalah spesialis yang pernah bekerja sama dengan Bembibre dalam proyek-proyek lain.
 
Sementara itu, beberapa lainnya adalah kolega dari Museum Mesir yang diberi pelatihan penciuman sebelumnya. Mereka dilibatkan karena sangat akrab dengan bau yang dimaksud.
 
 

Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan analisis kimia untuk memastikan mayat-mayat tersebut aman untuk dicium. Sebab, pada dekade sebelumnya, mayat-mayat tersebut diberi pestisida sintetis untuk menjaga keawetannya.
 
Beberapa mayat memiliki konsentrasi pestisida yang tinggi, yang berpotensi bersifat karsinogenik, sehingga dikeluarkan dari penelitian.
 
Dengan sembilan mumi yang tersisa, peneliti sedikit membuka sarkofagus mereka untuk memasukkan pipa-pipa kecil dan mengekstrak sejumlah udara. Udara yang terukur dimasukkan ke dalam kantong khusus yang dibawa ke dalam ruangan yang jauh dari area display, sehingga pengendus dapat merasakannya langsung.
 
Lebih banyak udara ditangkap di dalam tabung logam yang berisi polimer yang memerangkap senyawa organik yang mudah menguap. Sehingga, mereka dapat dipelajari di laboratorium di Universitas Ljubljana.
 
Udara ini menjalani berbagai analisis kimia untuk melihat senyawa apa saja yang ada, dan juga dipisahkan ke dalam bagian-bagian penyusunnya dengan menggunakan kromatografi. "Sehingga kami para pencium dapat merasakan dan mendeskripsikan setiap bau secara individual," tutur Bembibre.
 
Ini adalah pekerjaan yang sangat sulit. Bembibre bercerita peneliti biasanya bergantian duduk di ujung mesin khusus dengan saluran keluar yang dikenal sebagai lubang penciuman.
 
"Anda menghabiskan waktu 15 hingga 20 menit untuk mencium satu demi satu bau dan harus mendeskripsikannya dengan cepat dan menilai intensitasnya. Bisa jadi ada satu bau setiap detiknya, yang bisa membuat Anda kewalahan - oleh karena itu Anda harus bergantian," kata Bembibre.
 
Baca juga: Mesir Temukan 13 Mumi Berusia Lebih dari 2.000 Tahun
 

Hasil penelitian

Dari catatan para arkeolog hingga film seperti The Mummy (1999), tubuh mumi diasosiasikan dengan bau busuk. Namun, secara mengejutkan, bau mumi cukup menyenangkan.
 
"Deskripsi tim pengendus (bau mumi) termasuk kayu, bunga, manis, pedas, basi, dan seperti resin. Kami dapat mengidentifikasi bahan-bahan pembalseman kuno termasuk minyak pohon jarum, kemenyan, mur dan kayu manis," beber dia.
 
Peneliti juga mengidentifikasi lemak hewan yang terdegradasi yang digunakan dalam proses mumifikasi; jasad manusia; dan pestisida sintetis serta minyak hama nabati yang baru-baru ini digunakan oleh museum untuk pengawetan.
 
Jasad-jasad dalam etalase memiliki aroma lebih kuat ketimbang yang disimpan, tetapi tidak ada yang sekuat parfum. "Yang mengejutkan, ada yang beraroma teh hitam," kata Bembibre.
 
Para pengendus lainnya setuju tentang bau teh. Peneliti kemudian menetapkan bahwa sumbernya mungkin adalah bahan kimia yang disebut caryophyllene.
 
Ke depan, tim peneliti akan merekonstruksi bau tubuh mumi sehingga pengunjung Museum Mesir dapat merasakannya secara langsung. Peneliti akan membuat konstruksi kimiawi yang sesuai dengan yang dicium, ditambah interpretasi tentang bagaimana aroma tubuh ketika disegel di dalam makamnya.
 
"Mungkin baru pada tahun 2026 publik bisa merasakannya," ujar Bembibre.
 
Dia berharap pekerjaan ini dapat membawa kembali dimensi lain dari warisan. Mencium bau membantu memberikan apresiasi dan pemahaman lebih menyeluruh kepada para pengunjung tentang subjek.
 
Semua orang terpesona oleh tubuh mumi. Tak lama lagi, kamu dapat menempatkan diri pada posisi para arkeolog yang pada awalnya menemukan makam mereka dan mengungkapkan rahasia mereka kepada dunia modern.
 
Sebelumnya, Bembibre bekerja sama dengan Katedral Santo Paulus menciptakan kembali aroma perpustakaan untuk memastikan bahwa aroma tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Dia juga menjadi bagian dari proyek yang didanai Uni Eropa bernama Odeuropa, yang bekerja sama dengan para ilmuwan komputer dan sejarawan untuk menceritakan kisah-kisah aroma dari 300 tahun sejarah Eropa.
 
Dengan bantuan beberapa ahli parfum, Bembibre dan tim membawa kembali aroma seperti Amsterdam pada abad ke-17, dengan kanal-kanal dan pohon linden. Sebagai hasilnya, pengunjung Museum Ulm di Jerman selatan dapat merasakan interpretasi penciuman untuk sepuluh lukisan yang dipamerkan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan