Otak manusia memiliki struktur kompleks yang terdiri atas miliaran neuron saling berhubungan dalam jaringan rumit. Namun, berkat pemindaian otak modern dan algoritma pintar, peneliti kini bisa meneliti serta menganalisis gelombang otak secara lebih jelas.
Dikutip dari laman earth.com, setiap denting suara yang masuk ke otak mampu mengubah sambungan saraf lebih cepat ketimbang ketukan drummer di snare. Dalam studi ini, para peneliti memadukan teknologi magnetoensefalografi (alat pemindai aktivitas listrik otak) dengan algoritma bernama FREQ-NESS untuk memantau perubahan itu secara langsung.
Peneliti utama, Dr. Mattia Rosso, dan Associate Professor Leonardo Bonetti dari Aarhus University dan University of Oxford mengatakan metode ini memungkinkan mereka “mengikuti” gelombang otak dalam kondisi alami.
Irama dan FREQ-NESS
Otak yang sehat bekerja dengan pola gelombang berulang yang membantu sel-sel berkomunikasi dengan efisien. Pola ini atau disebut osilasi, berjalan pada frekuensi tertentu yang mengatur tempo persepsi, gerakan, bahkan lamunan.Nada berirama dipilih menjadi alat uji ideal karena waktunya mudah diprediksi. Tim peneliti memutar bunyi bip stabil dengan frekuensi 2,4 Hz kepada para relawan, lalu membandingkan hasilnya dengan kondisi saat mereka beristirahat.
Hasil pertama yang muncul adalah perubahan besar di dalam default mode network (jaringan otak yang aktif saat seseorang fokus pada dirinya sendiri). Saat istirahat, jaringan ini mendominasi. Namun hanya beberapa detik setelah mendengar ketukan, kontrol berpindah ke sekelompok kecil area di korteks pendengaran kanan.
“Kita biasanya menganggap gelombang otak seperti stasiun tetap (alpha, beta, gamma) dan anatomi otak sebagai bagian yang terpisah. Tapi dengan FREQ-NESS, gambarnya jauh lebih kaya,” jelas Dr. Rosso.
FREQ-NESS memetakan aktivitas otak berdasarkan frekuensi gelombangnya, bukan hanya berdasarkan letak fisiknya (anatomi). Saat otak diberi suara berirama, terlihat dua lonjakan jelas: satu mengikuti irama utama 2,4 Hz dan satu lagi pada kelipatannya, yaitu 4,8 Hz.
Komponen yang lebih rendah frekeunsinya menyala di Heschl’s gyrus, pusat pendengaran utama otak. Sementara itu, komponen frekuensi lebih tinggi menjalar ke struktur medial temporal, area yang terkait dengan memori dan emosi.
Selain dua temuan baru ini, bentuk spektrum otak tetap mirip, tetapi setiap puncak bergeser posisinya. Pergeseran itu menunjukkan suara tidak sekadar menambah jalur baru, melainkan menyetel ulang seluruh “orkestra” otak.
Berbeda dengan peta otak tradisional yang hanya mengandalkan zona anatomi tetap atau rentang frekuensi yang luas. Hal ini membatasi apa yang bisa diungkap, apalagi saat jaringan saling tumpang tindih atau berubah cepat dalam waktu nyata (real time).
FREQ-NESS mengatasi masalah ini dengan mengidentifikasi jaringan berdasarkan perilaku frekuensinya, bukan lokasi fisiknya. Artinya, ia dapat mendeteksi saat-satu ritme memudar dan ritme lain melonjak atau menguat, bahkan jika keduanya terjadi di tempat otak yang sama.
Baca juga: Mendengarkan Musik, Cara Sederhana Memicu Kreativitas Otak |
Hasil dari Pemetaan Otak dengan Metode FREQ-NESS: Gelombang Alpha dan Beta Bertukar Peran
Gelombang alpha, yang biasanya paling kuat di sekitar 10,9 Hz pada area parieto-oksipital, naik ke 12,1 Hz dan berpindah ke sensorimotor strip, yaitu area yang mengatur gerakan. Aktivitas ini sudah lama dikaitkan dengan kesiapan tubuh untuk bergerak.Sementara itu, gelombang beta di sekitar 22,9 Hz tetap berada di tempat semula, tetapi terlihat lebih terfokus. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan gelombang beta di korteks berperan penting dalam mengatur ketepatan waktu gerakan halus.
Bisa jadi, pusat beta yang stabil ini berfungsi seperti “metronom” otak, menjaga irama tetap konsisten. Sedangkan gelombang alpha dan delta lebih fleksibel, menyesuaikan diri dengan kondisi. Tidak ada data yang menunjukkan peningkatan kekuatan pada beta, sesuai dengan ketukan sederhana yang digunakan dalam eksperimen ini.
Di ujung frekuensi yang lebih cepat, muncul kejutan. Osilasi gamma halus pada rentang 60–90 Hz ternyata ikut naik-turun mengikuti irama lambat 2,4 Hz. Fenomena yang dikenal sebagai phase-to-amplitude cross-frequency coupling ini bisa diibaratkan “jabat tangan” antar-neuron yang menyatukan area otak yang berjauhan. Data kali ini menunjukkan jabat tangan itu semakin kuat ketika otak diberi suara yang menuntut perhatian.
Lebih mengejutkan lagi, cahaya gamma tidak hanya terlihat di korteks pendengaran, tapi juga di insula, inferior frontal gyrus, dan hipokampus. Pola ini memberi petunjuk percakapan cepat di jalur gamma membantu mengubah input sensorik menjadi memori, bukan sekadar memperkuat suara mentah.
FREQ-NESS bekerja dengan membandingkan sinyal otak yang luas (broadband) dan sempit (narrowband), lalu mengekstrak pola aktivitas menggunakan metode matematis bernama generalized eigendecomposition.
Hasilnya kemudian diproyeksikan ke dalam ruang tiga dimensi berbasis voxel, sehingga peta otak yang muncul terlihat seperti gambar fungsional nyata, bukan sekadar titik-titik sensor yang abstrak.
Metode ini lebih baik ketimbang trik komponen utama sederhana yang sering mencampur frekuensi. Kode sumber terbukanya membuat kelompok riset lain dapat langsung menggunakannya dengan dataset mereka sendiri.
Potensi FREQ-NESS di masa depan
Dalam dunia medis, dokter bisa memantau apakah obat antidepresan mampu memulihkan aliran normal gelombang alpha atau memastikan operasi epilepsi tidak merusak area penting yang mendeteksi irama. Terapis musik dapat menyesuaikan tempo untuk menenangkan pikiran atau membuat otak lebih siaga.Detail spasial yang halus ini juga membuka jalan bagi antarmuka otak–komputer yang lebih pintar, karena bisa menyelaraskan diri dengan ritme internal seseorang alih-alih memaksakan sinyal dari luar.
Penelitian ke depan akan menguji melodi lebih kompleks, alur percakapan, bahkan pembacaan bibir tanpa suara, untuk melihat bagaimana konteks dapat membentuk frekuensi otak.
Pada akhirnya, studi ini menegaskan satu hal sederhana: mendengarkan bukanlah aktivitas pasif, melainkan proses perubahan terus-menerus. (Alfi Loya Zirga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id