Ilustrasi. DOK Free
Ilustrasi. DOK Free

Penelitian Mengungkap Terlalu Positif Melihat Ekspresi Orang Bisa Jadi Sinyal Alzheimer

Renatha Swasty • 10 September 2025 22:03
Jakarta: Penelitian terbaru mengungkap cara kita membaca ekspresi wajah bisa menyimpan petunjuk penting tentang kesehatan otak. Saat melihat wajah orang lain, ada yang cepat menangkap tanda kesedihan, sementara sebagian lainnya justru menafsirkannya sebagai senyuman ramah.
 
Dilansir dari laman Science Alert, penelitian tersebut menemukan kecenderungan menilai ekspresi orang lain lebih positif dari kenyataannya bisa menjadi salah satu tanda awal demensia.
Bersikap optimis tentu baik bagi kesehatan mental, namun jika pola ini muncul secara berlebihan hingga membuat seseorang salah menafsirkan emosi, hal itu dapat mengindikasikan proses penuaan otak dan penurunan fungsi kognitif yang terkait dengan gejala demensia.
 
Kecenderungan ini disebut positivity bias atau “bias positif”, yang memang sering muncul seiring bertambahnya usia. Menurut teori selektivitas sosioemosional, hal ini dianggap sebagai mekanisme alami tubuh untuk lebih fokus pada hal-hal baik, sekaligus melindungi kesehatan mental dengan mengurangi perhatian pada hal-hal negatif.

Namun, tim peneliti dari Inggris dan Israel punya pandangan lain. Menurut mereka, bias positif ini justru bisa menjadi tanda penurunan fungsi otak, bahkan sinyal awal penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
 
Dalam laporannya para peneliti mengatakan, “Penelitian kami mendukung ide bahwa bias positif terkait usia bisa mencerminkan adanya kerusakan saraf. Tapi hal ini masih perlu dibuktikan lewat studi lanjutan dalam jangka panjang,” 
 
Penelitian ini melibatkan 665 partisipan berusia 18–89 tahun yang dibagi ke dalam kelompok per 10 tahun. Mereka diminta mengidentifikasi emosi dari wajah buatan komputer. Selain itu, mereka juga menjalani pemeriksaan MRI otak serta tes untuk mendeteksi penurunan kognitif dan gejala depresi.
 
Hasil penelitian menunjukkan orang yang lebih tua lebih sering menganggap wajah menampilkan emosi positif dibandingkan dengan yang muda dan lebih jarang menilai wajah sebagai ekspresi negatif. Wajah yang samar atau sulit ditebak emosinya paling sering ditafsirkan positif oleh peserta lansia.
 
Baca juga: Tes Terbaru Ini Bisa Bantu Kenali Risiko Alzheimer Hanya dalam 3 Menit 

Data dari hasil MRI menunjukkan bias positif ini berkaitan dengan berkurangnya materi abu-abu di hippocampus dan amigdala, yaitu bagian otak yang berperan dalam memproses emosi.
 
Menariknya, kecenderungan menafsirkan emosi wajah sebagai hal positif juga berkaitan dengan menurunnya kinerja kognitif, tetapi tidak ada hubungannya dengan gejala depresi. Perbedaan ini penting, karena mendukung ide bahwa bias positif lebih berkaitan dengan kerusakan pada bagian otak tertentu, bukan masalah depresi.
 
“Tidak adanya kaitan dengan depresi menunjukkan bahwa bias positif bisa membantu membedakan penurunan kognitif dari depresi pada usia lanjut,” tulis para peneliti.
 
Temuan ini menambah bukti dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penurunan kognitif juga ditandai dengan kesulitan mengenali emosi, suatu hal yang juga sering terlihat pada tahap awal Alzheimer. Artinya, bagian otak yang bertugas membaca emosi orang lain kemungkinan sudah mulai terganggu sejak awal munculnya demensia.
 
Emosi negatif seperti marah, takut, dan sedih memang lebih sulit dikenali dibandingkan dengan emosi positif seperti bahagia. Hal ini juga ikut menjelaskan hasil penelitian tersebut.
 
Namun, para peneliti mengingatkan studi ini hanya mengambil data pada satu waktu. Karena penelitian tidak mengikuti orang yang sama seiring bertambah usia. Jadi, hubungan sebab-akibatnya masih belum jelas dan perlu dikaji lebih lanjut di masa depan.
 
Mengingat banyaknya faktor yang berperan dalam penurunan fungsi otak dan demensia, membuat sulit mendapatkan gambaran yang benar-benar pasti. Meski begitu, temuan ini bisa menjadi alat baru yang berpotensi membantu mendeteksi demensia lebih awal, di mana saat intervensi dan dukungan masih bisa memberi dampak besar.
 
“Kami sedang meneliti lebih lanjut bagaimana temuan ini berkaitan dengan orang lanjut usia yang sudah menunjukkan penurunan fungsi otak awal, khususnya yang memiliki gejala apatis, karena itu juga sering menjadi tanda awal demensia,” kata ahli saraf Noham Wolpe dari Universitas Tel Aviv, Israel. Penelitian ini sebelumnya telah dipublikasikan di Journal of Neuroscience. (Alfi Loya Zirga)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan