"Mulai dari mengisi daya baterai kendaraan listrik hingga menyuplai listrik rumah tangga seperti lampu, kulkas, televisi, gawai, dan lainnya," kata ketua Tim, Muhammad Nidhommuddin dalam keterangan pers ITS, Rabu, 30 Desember 2020.
Nidhom mengerjakan proyeknya bersama dua rekannya Badar Hasjim, dan Gita Marcella. Nidhom mengatakan pengisi daya itu dapat dijadikan charging station (pos pengisi daya) yang dapat dimanfaatkan di ruang publik.
Baca: Mahasiswa ITS Ciptakan Aplikasi, Bisa Rapid Test dari Rumah
Charging station sebagai teknlogi rekayasa rancangan tiga mahasiswa ITS itu diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia mendatang. Nidhom menjelaskan jika kotoran sapi itu memiliki senyawa biomassa berjenis biogas.
Ide ini bermula karena dia melihat potensi dari kotoran sapi masih sangat melimpah, dengan jumlah sapi di Indonesia yang mencapai 15 juta ekor. Namun, pemanfaatannya masih sebatas untuk gas rumah tangga, sehingga mengakibatkan surplus yang banyak.
"Apabila dibuang maka gas metana yang terkandung didalamnya dapat membahayakan lingkungan sekitar dan kesehatan manusia, oleh karena itu perlu adanya pemanfaatan," tutur Nidhom.
Nidhom memaparkan biogas dapat menghasilkan energi listrik sebesar 2,4 gigawatt apabila dimanfaatkan dengan baik. Hal ini sejalan dengan maraknya kendaraan listrik di Indonesia dan juga sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan energi fosil.
Ia menjelaskan tahapan pemanfaatan kotoran sapi hingga bisa menjadi energi listrik. Awalnya, kotoran sapi dimasukkan ke dalam reaktor dan dicampur air dengan rasio satu banding satu.
Kemudian campuran tersebut disimpan selama 10 hingga 40 hari, sehingga menghasilkan biogas. Selanjutnya, biogas akan masuk ke proses purifikasi untuk mendapatkan biogas murni dengan kandungan gas metana sebesar 98 hingga 99,5 persen.
"Biogas murni inilah yang akan digunakan sebagai sumber energi pada genset, sehingga genset tersebut dapat menghasilkan listrik yang dimanfaatkan untuk electrical charging," ujar Nidhom.
Baca: UGM Kembangkan Sepeda Penghasil Energi Listrik
Kelebihan rekayasa yang dibuatnya, antara lain terdapat sistem kontrol rasio antara bensin dan biomassa jenis biogas. Nidhom juga membangun sistem Internet of Thing (IoT). Hal itu mampu mengatasi kekurangan charging station umum yang masih menggunakan energi matahari melalui solar cell.
"Kondisi di Indonesia yang tidak menentu, terkadang hujan dan kadang panas, lalu ada pengaruh waktu yakni siang dan malam, mengakibatkan dibutuhkannya suatu lahan yang cukup besar untuk memenuhi daya yang diinginkan apabila menggunakan energi matahari," paparnya.
Nidhom berharap, energi terbarukan khususnya biogas dari kotoran sapi dapat dimanfaatkan dengan optimal dan bisa mendukung penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. "Semoga ide kami bisa diterapkan dan dapat mengatasi permasalahan terkait pengurangan penggunaan energi fosil," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News