Kondisi gawat darurat matematika ternyata bukan hal baru. Gejala ini sudah nampak sejak tahun 2000, dan hingga kini belum juga beranjak menunjukkan kemajuan. Data IFLS (Indonesia Family Life Survey) pada 2000, 2007 dan 2014 yang mewakili 83% populasi Insonesia juga menunjukkan kedaruratan bermatematika.
Kedaruratan terjadi karena jumlah responden yang memiliki kompetensi kurang sangat tinggi. Lebih dari 85% lulusan SD, 75% lulusan SMP dan 55% lulusan SMU hanya mencapai tingkat kompetensi siswa kelas 2 SD ke bawah.
Baca: Kompetensi Matematika Siswa SD Merah Total
Denga kata lain, hanya sedikit saja yang memiliki tingkat kompetensi kelas 4 dan 5 SD. “Survei IFLS ini menunjukkan kemunduran kompetensi siswa secara akut. Kita tidak boleh mengabaikan temuan-temuan ini jika bangsa Indonesia ingin lebih baik, tidak bangkrut atau bubar karena kualitas SDM bangsa ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan signifikan,” kata Presidium Gernas Tastaka Ahmad Rizali, di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Sabtu, 10 November 2018.
Menurutnya, selama hampir 20 tahun reformasi, bangsa ini mengabaikan kompetensi generasi emas Indonesia. “Akibatnya kondisi sosial politik dan ekonomi Indonesia selalu tertinggal dengan negara-negara maju,” kata Rizali.
Ahmad Rizali mengajak seluruh komponen masyarakat bersinergi dan saling gotong royong melakukan usaha pemberantasan buta matematika ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat luas.
Bukan hanya praktisi pendidikan tetapi juga mahasiswa, profesional, swasta, bahkan ibu rumah tangga. “Sebelum terlambat, mari kita bergerak bersama-sama menyelamatkan generasi emas bangsa Indonesia,” seru Rizali.
Baca: Indonesia Gawat Darurat Matematika
Pada tahap awal, Gernas Tastaka sendiri berkomitmen segera melakukan berbagai pelatihan di sekolah-sekolah di DKI Jakarta. Kegiatannya melatih relawan, dan berencana mendeklarasikan Gernas Tastaka di sejumlah provinsi dan kabupaten di Indonesia.
Ia berharap semua pihak bisa bergabung bersama-sama Gernas Tastaka untuk memberantas buta bermatematika, agar bisa membangun generasi bangsa Indonesia setara dengan generasi bangsa di negara-negara maju. Menurutnya, reformasi pendidikan terutama dalam hal sertifikasi, pelatihan, dan pemantauan kompetenesi guru sudah digalakkan pemerintah sejak 20 tahun terakhir.
"Namun tampaknya masih perlu usaha yang menyasar langsung pada kemampuan guru dalam memahami konsep dasar matematika dan bagaimana cara mengajarkannya," ungkap Rizali.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah hasil penelitian yang kredibel tingkat nasional maupun internasional mengungkapkan, Indonesia mengalami gawat darurat matematika. Kondisi gawat darurat bermatematika ini terjadi di semua jenjang, mulai pendidikan SD hingga SMA sederajat.
Penelitian terbaru di 2018, RISE (Research on Improvement of System Education) merilis hasil studinya. Data RISE menunjukan, kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda secara signifikan, antara siswa baru masuk SD dan yang sudah tamat SMA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News