Program ini kemudian berubah namanya menjadi AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia).
Studi INAP yang dilakukan Kemendikbud tersebut juga menjelaskan terjadinya gawat darurat matematika pada siswa Indonesia. "Pada 2016, kompetensi matematika siswa SD merah total," kata Peneliti RISE (Research on Improvement of System Education), Niken Rarasati, usai Deklarasi Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Sabtu, 10 November 2018.
Sekitar 77,13% siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah (kurang), 20,58% cukup dan hanya 2,29% yang kategori baik. Setelah INAP berubah nama menjadi AKSI, Pemerintah kembali melakukan studinya. "Hasilnya tidak bergerak signifikan," tegas Niken.
Kali ini asesmen dilakukan untuk siswa SMP kelas VIII pada 2017 di dua provinsi. Hasil kompetensi literasi matematika rerata hanya 27,51. "Dari skor 0-100, hasil asesmen itu sangat buruk," ungkapnya.
Baca: Indonesia Gawat Darurat Matematika
Kondisi ini pula yang mendorong diluncurkannya Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka). Salah satunya karena tidak ingin Indonesia mengalami keterpurukan di masa yang akan datang.
Gernas Tastaka ini diinisiasi oleh para aktivis dari berbagai latar belakang dan akademisi.
Hadir dalam deklarasi tersebut, seperti Rektor Universitas Indonesia (UI) Muhammad Anis, mantan Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal, Praktisi Pendidikan Abad 21 dari Eduspec Indonesia Indra Charismiadji, dan para peneliti dari RISE, peneliti dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Chandra, akademisi Ditta Puti Sarasvati, Ketua Forum Literasi Jakarta Sururi Azis, dan Presidium Gernas Tastaka Ahmad Rizali yang juga Sekretaris Majelis Wali Amanah UI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News