Deklarasi Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Medcom.id/Citra Larasati.
Deklarasi Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Medcom.id/Citra Larasati.

Indonesia Gawat Darurat Matematika

Citra Larasati • 12 November 2018 10:04
Depok: Sejumlah hasil penelitian yang kredibel tingkat nasional maupun internasional mengungkapkan, Indonesia mengalami gawat darurat matematika.  Kondisi gawat darurat bermatematika ini terjadi di semua jenjang, mulai pendidikan SD hingga SMA sederajat. 
 
Penelitian terbaru di 2018, RISE (Research on Improvement of System Education) merilis hasil studinya.   Data RISE menunjukan, kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda secara signifikan, antara siswa baru masuk SD dan yang sudah tamat SMA. 
 
“Yang disebut gawat darurat adalah bahwa kemampuan matematika tidak berkembang seiring bertambahnya tingkat pendidikan yang diikuti anak-anak.  Bahkan penurunan terjadi dari tahun ke tahun,” ujar Peneliti RISE, Niken Rarasati saat Deklarasi Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka), di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Sabtu, 10 November 2018.
 
Baca: Guru Ditantang Kembangkan Pembelajaran HOTS

Menurutnya, siswa yang bersekolah ternyata belum tentu belajar. Hal lain yang juga mengkhawatirkan,  kondisi siswa menunjukkan stagnasi kemampuan siswa seiring meningkatnya jenjang pendidikan, sekaligus terjadi juga penurunan kemampuan siswa secara bertahap dari tahun 2000 ke 2014. 
 
Seperti diketahui, rendahnya kemampuan numerasi siswa di Indonesia bukan lagi berita baru. Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2000 hingga 2015, secara konsisten menempatkan siswa-siswa Indonesia yang berusia 15 tahun pada peringkat bawah dibandingkan negara-negara anggota OECD Organization for Economic Co-operation and Development) lainnya.
 
Menilik lebih dalam dari rendahnya hasil PISA ini, ditemukan bahwa anak-anak Indonesia ternyata belum mampu menerapkan pengetahuan prosedural matematika ke dalam permasalahan yang dihadapinya sehari-hari. "Hasil ini juga dikonfirmasi oleh hasil-hasil tes internasional  lain seperti TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study)," terangnya.
 
Niken mengatakan, kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada kemampuan anak-anak dalam berpikir dan bernalar,  serta menyelesaikan permasalahan sehari-hari. "Jika ini dibiarkan,  generasi emas Indonesia terancam gagal membangun peradaban  Indonesia di masa yang akan datang," kata Niken.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan