Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minat Saintek) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) Yudi Darma, mengatakan posisi Indonesia dalam Global Innovation Index (GII) 2024 memang mengalami peningkatan. Akan tetapi, capaian tersebut tidak diikuti oleh kemajuan pada indikator output inovasi.
“Capaian Indonesia dalam indikator kunci output masih tertinggal, khususnya pada dimensi kolaborasi riset dan produktivitas ilmiah,” ujar Yudi di Politeknik Negeri Lampung, Jumat, 26 September 2025.
Dia menuturkan tiga indikator yang masih lemah, yakni publikasi, artikel ilmiah dan teknis hilirisasi. Ketiga indikator ini membuat hasil riset kurang mampu menembus dan berdampak bagi masyarakat.
"Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa riset belum mampu menembus ruang kolaborasi dan pasar yang lebih luas," jelas dia.
Padahal, kata dia, kolaborasi lintas sektor dan kemampuan mengomunikasikan riset ke industri menjadi kunci dalam menciptakan nilai tambah. Selain itu, difusi sains dan teknologi Indonesia juga masih terbatas.
Skor rendah terlihat pada pilar knowledge diffusion dengan indikator penerimaan kekayaan intelektual (peringkat 80), kompleksitas produksi dan ekspor (63), ekspor berteknologi tinggi (46), hingga ekspor jasa berbasis ICT yang jatuh di peringkat 89.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Percaya Ilmuwan, Tapi Enggan Ikuti Kajian Ilmiah |
"Artinya, hasil riset dan inovasi belum sepenuhnya tersebar melalui saluran penting, seperti hak kekayaan intelektual, industri, perdagangan, maupun layanan digital," kata dia.
Yudi menekankan tantangan utama ke depan adalah memperluas jangkauan pemanfaatan hasil riset agar tidak berhenti sebagai produk akademik semata. “Kita harus memastikan riset bisa hadir sebagai solusi, baik untuk kebutuhan industri, komunitas, maupun masyarakat luas,” ujar dia.
Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan literasi sains publik sebagai bagian dari strategi perluasan dampak. Dengan literasi yang lebih baik, masyarakat diharapkan mampu mengadopsi teknologi lebih masif dan inklusif.
Direktorat Minat Saintek memperkuat peran sebagai penghubung antara ilmu pengetahuan dan pengguna akhir untuk menjawab persoalan tersebut. Salah satu pendekatan yang dijalankan adalah lewat program Katalisator Kemitraan Berdikari, yang mendorong riset terapan berbasis potensi daerah agar langsung berkontribusi pada peningkatan ekonomi komunitas dan daya saing industri.
Program tersebut, yang melibatkan perguruan tinggi vokasi di berbagai daerah, menekankan prinsip kolaborasi dengan unsur pemerintah, akademisi, industri, komunitas, dan media, untuk memastikan riset tidak hanya berhenti sebagai konsep. Tetapi benar-benar menjadi teknologi tepat guna yang bermanfaat di lapangan.
“Ini adalah upaya konkret membumikan riset, agar kontribusi perguruan tinggi dan peneliti bisa langsung dirasakan masyarakat,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id