Kepala Sekolah SMKN 1 Kota Yogyakarta, Miftakodin mengatakan, penyaluran dana BOS langsung ke sekolah akan menambah berat pekerjaan manajemen. "Tanggung jawab kami tambah berat, karena tidak ada yang memverifikasi ini (dana BOS)," kata dia pada Medcom.id, Jumat, 14 Februari 2020.
Sebelumnya Pemda yang bertugas melakukan verifikasi. Namun jika disalurkan langsung ke sekolah, belum ada petunjuk pihak mana yang akan melakukan verifikasi.
Miftah melanjutkan, belum semua tenaga administrasi sekolah mengerti skema penggunaan dan penyaluran dana BOS. Oleh karena itu perlu ada sosialisasi dan pembinaan terlebih dahulu sebelum kebijakan ini resmi diterapkan.
"Perlu pembinaan teknis dan pendampingan berkala dari pemerintah pada kami sebelum diterapkan," pintanya.
Senada, Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nuryani Agustina menilai, kebijakan ini juga menambah berat tugas sekolah. Namun jika memang pemerintah sudah "ketok palu" pihaknya mau tidak mau akan menjalankan peraturan dan kebijakan ini.
Namun dengan catatan, ada petunjuk teknis yang jelas dan terperinci dari pemerintah. "Kami ikuti peraturan yang berlaku. Kami rencanakan dan laksanakan sesuai juknis," ujar Nuryani.
Selain penyaluran langsung, Kemendikbud turut mengubah frekuensi penyaluran dana BOS. Sebelumnya empat kali dan kini diubah menjadi tiga kali dalam setahun.
Penyaluran tahap pertama berjumlah 30 persen pada Januari, tahap kedua 40 persen di bulan April, sementara tahap ketiga 30 persen pada September. Pencairan tiga tahap ini dianggap lebih sederhana dibandingkan penyaluran dengan skema sebelumnya.
Pemerintah juga meningkatkan besaran unit cost dana BOS per peserta didik untuk jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA), masing-masing naik sebesar Rp100.000.
Untuk SD yang sebelumnya Rp800 ribu per siswa per tahun, sekarang menjadi Rp900 ribu per siswa per tahun. Sedangkan SMP dan SMA masing-masing naik menjadi Rp1,1 juta dan Rp1,5 juta per siswa per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News