Ilustrasi nyamuk. DOK Medcom
Ilustrasi nyamuk. DOK Medcom

Nyamuk Ber-Wolbachia, Harapan Baru Cegah Lonjakan DBD

Renatha Swasty • 11 Maret 2025 20:04
Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mulai menerapkan teknologi nyamuk ber-wolbachia saat musim hujan untuk menekan penyebaran virus dengue penyebab kasus demam berdarah dengue (DBD). Ahli Entomologi IPB University, Upik Kesumawati Hadi, mengatakan teknologi nyamuk ber-Wolbachia telah dimanfaatkan di beberapa negara seperti Australia, Vietnam, Brazil, Kolombia, Honduras, El Salvador, dan Singapura.
 
“Sementara itu di Indonesia, kisah sukses pemanfaatan teknologi tersebut telah dilaporkan dari Yogyakarta. Hasilnya dapat menurunkan 77 persen kasus demam dengue dan menurunkan potensi rawat inap hingga 86 persen pada tahun 2022,” ucap Upik, Selasa, 11 Maret 2025.
 
Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University ini menyebut teknologi nyamuk ber-wolbachia telah direkomendasikan oleh Vector Control Advisory Group (VCAG) WHO pada tahun 2023 sebagai satu di antara metode dalam menangani kasus demam dengue.Hal ini menunjukkan teknologi nyamuk ber-wolbachia aman diterapkan sebagai penanganan demam dengue di Indonesia.

Sebagai pilot project, saat ini pemerintah telah menetapkan lima kota di Indonesia, yaitu Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan Kupang (NTT) untuk menerapkan teknologi penyebaran nyamuk ber-wolbachia. "Bagaimana hasilnya tentunya kita tunggu paling tidak dalam satu sampai dua tahun ke depan,” tutur dia.
 
Upik menjelaskan wolbachia dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti dapat memblok replikasi (perkembangbiakkan) virus dengue. Bakteri wolbachia bekerja dengan cara mengambil sumber makanan untuk perkembangan virus dengue.
 
Sehingga, virus tersebut kesulitan berkembang biak. Akibatnya, nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.
 
"Proses inilah yang kemudian dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai teknologi alternatif untuk mengurangi kemampuan nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor penular virus dengue,” ungkap dia.
 
Menurut para ahli, teknologi nyamuk ber wolbachia bukan rekayasa genetik. Pasalnya, nyamuk lahir dari telur-telur yang sebelumnya sudah diintervensi oleh bakteri wolbachia.
 

Metode ini juga tidak melibatkan modifikasi genetik nyamuk Ae. aegypti maupun bakteri wolbachia. Meskipun demikian, hasil dari penyebaran nyamuk wolbachia tidak dapat dirasakan langsung, baru akan dirasakan paling tidak 1-2 tahun setelah pelepasan nyamuk tersebut dilakukan.
 
“Karena populasi nyamuk ber-wolbachia yang tersebar di daerah intervensi belum mencapai populasi yang ideal, yaitu sekitar 60 persen di alam bebas. Apabila hal ini sudah tercapai maka intervensi pelepasan nyamuk ber-wolbachia dihentikan,” tutur dia.
 
Upik membeberkan nyamuk ber-wolbachia akan bereproduksi secara alami sampai akhirnya seluruh populasi dengan sendirinya mencapai 100 persen ber-wolbachia (proses replacement). Oleh karena itu, teknologi pelepasan nyamuk be-wolbachia tidak langsung dapat membebaskan masyarakat dari infeksi demam dengue.
 
“Tetap saja upaya yang utama untuk pencegahan dan pengendalian virus dengue, yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, agar siklus hidup nyamuk Ae. aegypti terputus,” ujar dia.
 
Upik mengungkapkan sejauh ini program pemerintah yang telah ada sejak dulu tetapi kurang popular di masyarakat, yaitu Gerakan 3M plus. Gerakan ini adalah menguras, menutup, dan mendaur ulang sampah. Plusnya adalah upaya perlindungan diri (personal protection) untuk mencegah gigitan nyamuk yang dilakukan oleh masing-masing individu.
 
“Gerakan 3M plus sebenarnya sangat efektif, murah, dan mudah dilakukan. Masalahnya orang enggan melakukannya,” ucap dia.
 
Upik mengatakan ada juga Gerakan 1 rumah 1 jumantik (G1R1J) tetapi juga sama nasibnya dengan 3M plus. Jadi, tidak heran kalau sepanjang tahun selalu terjadi kasus demam dengue dan pada musim hujan terjadi lonjakan kasus.
 
“Saat ini teknologi nyamuk ber-wolbachia telah diterapkan di lima kota dan tidak tertutup kemungkinan akan diperluas apabila hasilnya memuaskan. Namun demikian, tetap saja upaya penerapan Gerakan 3M plus G1R1J harus dijalankan agar mencapai hasil maksimal,” tutur dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan