Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti. Zoom
Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti. Zoom

Enam Catatan KPAI di Peringatan Hari Anak Nasional 2021

Arga sumantri • 23 Juli 2021 17:09
Jakarta: Pandemi covid-19 yang telah berlangsung setahun lebih dinilai telah berdampak besar bagi anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun memberikan enam catatan dalam rangka peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2021.
 
Pertama, KPAI melihat pemerintah daerah terus berupaya memenuhi infrastruktur adaptasi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan, termasuk pendampingan  lapangan. Namun, fokus utama umumnya terjadi di sekolah atau madarasah negeri. KPAI menyebut 79.8 persen sekolah/madrasah yang diawasi siap dengan infrastruktur dan protokol kesehatan. 
 
"Bahkan, ada sebagian kecil pemerintah daerah yang melakukan pelatihan bagi para pendidiknya untuk pelaksanaan PTM nantinya, misalnya Dinas Pendidikan DKI Jakarta," kata Komisioner bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 juli 2021.

Baca: Peringatan Hari Anak Nasional 2021, Ini Pesan Nadiem
 
Kedua, KPAI memandah pemerintah daerah juga telah menggalakkan vaksinasi covid-19, baik di kalangan pendidik dan peserta didik mulai Juli 2021. Hal ini sebagai upaya membentuk kekebalan komunitas, sehingga diharapkan ketika warga sekolah sudah di vaksin sebanyak 70 persen maka sekolah tatap muka dapat digelar dengan aman. 
 
"Hanya sebagian kecil pendidik yang menolak di vaksin, namun ada juga pendidik yang memang tidak bisa di vaksin. Begitupun vaksinasi untuk peserta didik, ada orangtua yang menolak anaknya divaksin dengan merek vaksin tertentu, padahal hanya merek itu yang tersedia," bebernya.
 
Ketiga, program vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang dilakukan pemerintah daerah dengan membangun sinergitas antara Dinas Pendidikan dengan Dinas Kesehatan setempat membuat program vaksinasi berjalan efektif. Meskipun, capaiannya rata-rata baru sekitar 70% persen.
 
 

Pencapaian tersebut dinilai terjadi karena cukup banyak peserta didik yang sedang menjalani isolasi mandiri. Bahkan, ada sebagian kecil yang di rawat di rumah sakit, ada juga anak-anak yang belum tiga bulan sejak terinfeksi covid 19. 
 
"Dan ada anak-anak yang orangtuanya tidak mengizinkan anaknya divaksin dengan merek vaksin tertentu," ujarnya.
 
Keempat, KPAI menilai pandemi membuat jumlah anak putus sekolah meningkat, karena alasan ekonomi. Misalnya, karena tidak mampu membayar SPP selama, tidak memiliki alat daring, terpaksa harus bekerja membantu orangtuanya, dan bahkan memutuskan menikah di usia anak. 
 
"Tahun 2020 ada 119 kasus anak  putus sekolah karena menikah dan pada tahun 2021 (April 2021) mencapai 33 kasus. Padahal pemerintah sedang menurunkan angka perkawinan anak," ungkapnya.
 
Baca: NasDem Dorong Pemerintah Desain Penguatan Anak Imbas Pandemi
 
Kelima, pandemi covid-19 telah muncul sebagai krisis atas hak anak. Anak-anak kehilangan orang tua dan pengasuhnya, membuat mereka sangat rentan dan tanpa pengasuhan orang tua. 
 
Keenam, layanan dasar pendidikan berupa pemberian imunisasi dan vaksin  (polio, hepatitis B, dan lain-lain) pada anak-anak balita menurun selama pandemi. Penyebabnya, kata Retno, para orangtua khawatir anak-anaknya tertular covid-19 jika dibawa ke fasilitas kesehatan.
 
"Pemberian imunisasi dasar dan vaksin pada anak-anak harus terus diberikan bahkan ditingkatkan agar anak-anak  memiliki kekebalan, hal ini juga untuk mencegah wabah lain muncul setelah pandemi covid-19," paparnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan