Tahun-tahun awal penelitian, bungsu dari tiga bersaudara ini sibuk melakukan persiapan. Mulai dari berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, masyarakat, hingga pemerintah daerah dan pusat. Hingga akhirnya 2014, ia dan tim bisa melepas nyamuk yang diberi intervensi bakteri wolbachia di sejumlah pedestrian kota Yogyakarta.
"Karena aksi nyata itu adalah melepas nyamuk di masyarakat. Kita kemudian mengawal dengan kehati-hatian yang tinggi," sambungnya.
Baca:
Profesor Uut Ingin Peneliti Perempuan Lebih Berani Unjuk Gigi
Penelitian dan uji coba terus dikembangkan hingga sorotan kian meluas. Bahkan sebagai ketua tim peneliti, Uut rutin menerangkan penelitiannya kepada media internasional, yang termasuk di dalamnya jurnal Nature.
"Nature ini sejak beberapa saat itu ikut memantau, dan memberitakan kalau ada hasil-hasil penting. Mereka juga menuliskan berita di news-nya. bukan di jurnalnya. Pas Agustus (2020) itu saat launch hasil penelitian, mereka juga cover beritanya di situ," terang pengagum sosok Presiden Indonesia ketiga B.J Habibie itu.
Selama menjalani sesi wawancara maupun pemotretan, Uut mengaku tak ambil pusing dengan penghargaan tersebut. "Hari ketiga setelah wawancara, Saya dapat email menjelaskan, katanya 'Kamu masuk dalam 10 peneliti' itu. Tapi Aku diminta jangan beritahu siapapun sampai besok," ungkap perempuan yang lahir pada 4 Juni 1965 ini.
Uut mengatakan, penghargaan Nature menjadi impian para peneliti. Namun, dia tak menyangka namanya masuk. "Enggak ada itu seleksi atau lomba. Jadi prosesnya seperti itu. Kalau ditanya kriterianya opo, yo aku ra ngerti," ucapnya.