Era Abad ke-19 dan 20
Peran ilmuwan perempuan dalam dunia sains kian menonjol sewaktu Perang Dunia II berlangsung. Salah satu ilmuwan berjasa dalam sejarah Amerika Serikat (AS) adalah Isabella Karle, seorang ahli kristalografi.Saat Jerman kedapatan tengah mengembangkan senjata nuklir, AS langsung membuat proyek nuklir tandingan bernama Manhattan Project. Karle menjadi ilmuwan yang turut mengembangkan plutonium alias bahan bakar nuklir di projek tersebut.
Selain itu, ada pula ilmuwan matematika perempuan sekaligus perwira Angkatan Laut AS yang berkontribusi dalam pengembangan bahasa komputer. Dia adalah Grace Murray Hopper, programmer modern pertama yang membantu AS dalam perang ketika Jepang menyerang Pearl Harbor.
Era ini, tepatnya di 1960-an, menjadi titik balik perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi dengan lebih leluasa. Ilmu yang ditekuni tak hanya sebatas kedokteran atau keperawatan, melainkan juga matematika, fisika, kimia, teknologi, hingga bisnis.
Era Abad ke-21 hingga Sekarang
Pada awal abad ke-21, jumlah perempuan yang memasuki perguruan tinggi semakin meningkat. Bahkan, hampir 50 persen gelar kedokteran dan doktor dalam ilmu biomedis diberikan kepada perempuan.Sayangnya, ilmuwan perempuan yang menerima penghargaan, seperti Nobel, masih lebih sedikit ketimbang laki-laki. Selama 120 tahun, hanya 58 ilmuwan perempuan yang menyabet penghargaan tersebut.
Tercatat, hanya Marie Curie yang berhasil meraih Nobel sebanyak dua kali. Meski demikian, penghargaan bergengsi sekelas Nobel untuk ilmuwan perempuan sudah cukup menjadi bentuk pengakuan atas kontribusi mereka terhadap kemajuan sains.
Demikianlah perjalanan ilmuwan perempuan di dunia dari masa ke masa. Perjuangan srikandi ini membuktikan kemampuan perempuan tidak kalah hebat dibandingkan dengan laki-laki. (Nurisma Rahmatika)
Baca: RI Siapkan Rp41,61 Miliar untuk Bangun Kapasitas SDM Perempuan Afghanistan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News