Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menjelaskan, minat siswa berkuliah di LPTK terus meningkat. Total ada sekitar 5.998 program studi (prodi) kependidikan, yang meluluskan sekitar 250 ribu mahasiswa sarjana pendidikan tiap tahun.
"Persaingan makin tinggi, sedangkan perekrutan guru PNS makin terbatas. Alhasil, lulusan LPTK mengabdi lagi menjadi honorer di sekolah. Atau menjadi guru swasta, dengan pendapatan yang jauh dari sejahtera," ujar Satriwan melalui keterangan tertulis, Jumat, 18 Juni 2021
Bagi Satriwan, membatasi rekrutmen guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) sama saja menabung masalah pemenuhan akan kekurangan guru ke depan. Mengingat, guru PPPK ada masa batas perjanjian kontraknya.
Baca: P2G Usul Kontrak Guru PPPK Minimal 5 Tahun
Kedua, kata dia, ada klausul pemutusan hubungan kerja (PHK) yang relatif mudah untuk guru PPPK. Ia merujuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pembinaan PPPK yang Menduduki Jabatan Fungsional.
Bahkan, kata dia, dalam Pasal 57 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, eksplisit menyebutkan, pemutusan hubungan perjanjian kerja dapat dilakukan dalam rangka perampingan organisasi atau karena kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK.
"Bahwa guru PPPK dapat diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah dengan dua alasan tersebut. Kontras dengan mekanisme pemberhentian PNS yang relatif sulit dan berjenjang," ungkapnya.
Ketiga, masa kontrak yang hanya satu tahun. Menurut Satriwan guru PPPK yang lolos seleksi, mayoritas adalah guru honorer Kategori II (K-2) dan Non-Kategori. Usia mereka rata-rata di atas 35 tahun, bahkan ada yang usia 50-an, sudah mengabdi bertahun-tahun, dengan pendapatan jauh di bawah PNS, serta minimnya perlindungan profesi selama ini.
"Guru PPPK hanya dihargai satu tahun kontrak oleh negara," ungkapnya.
Keempat, potensi minimnya perlindungan terhadap guru PPPK. Sebab, belum ada regulasi tentang hak-hak dan perlindungan khusus sebagai guru PPPK. Satriwan mengatakan, minimnya perlindungan ini tampak jelas pada guru PPPK yang lolos seleksi di 2019.
Baca: PGRI Beberkan Kendala Guru Honorer Saat Daftar PPPK
"Hingga awal Januari 2021, mayoritas belum kunjung mendapat NIP, gaji, dan SK Pengangkatan. Hanya sebagian kecil sudah dapat SK kepala daerah. Berbanding terbalik dengan nasib guru PNS yang sama-sama seleksi 2019," ujarnya.
Kelima, kekhawatiran besarnya politisasi tingkat lokal terhadap guru PPPK oleh kepala daerah atau birokrat daerah. Satriwan mengatakan, merujuk pada aturan masa perjanjian kerja, kepala daerah dapat tidak memperpanjang masa kontrak guru PPPK.
"Alasan 'objektif' di atas kertas administrasi bisa saja dibuat-buat. Faktor like and dislike birokrat (kepala) daerah akan dominan," cetusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News