Jakarta: Mahkamah Agung (MA) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menjalankan putusan hukum terkait kasus Oesman Sapta Odang. Ketua Umum Hanura itu sebelumnya sudah diputus Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), untuk masuk ke dalam daftar calon tetap (DCT) DPD RI.
"Jadi, kita serahkan kepada proses hukum dia punya hak mendapatkan hak, pejabat menghadapi hal ini, dia harus mengikuti apa yang telah diputus oleh putusan hukum," kata Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung, Supandi di Media Center Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2019.
Baru-baru ini Sekretaris Negara mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk memasukkan nama OSO ke dalam DCT. Hal itu sesuai dengan permintaan PTUN. Namun, KPU menolak.
Baca: KPU Pelajari Surat PTUN Terkait OSO
MA meminta putusan hukum tidak dijungkirbalikan sehingga menimbulkan ketidakpastiam hukum di mata masyarakat. "Kalau itu dijungkirbalikkan publik, maka kebenaran tidak memerlukan pembelaan, cepat atau lembat kebenaran akan terang," ucap dia.
Di sisi lain, Supandi menjelaskan putusan MA dan Mahkamah Konstutusi (MK) terkait pencalonan anggota DPD pun saling berhubungan. Lembaga peradilan itu, kata dia, sama-sama memutuskan anggota partai politik tidak boleh menjadi anggota DPD.
Putusan MA dan MA itu, lanjut dia, berlaku untuk Pemilu 2024. Dengan begitu, seharusnya KPU tidak bisa menjadikan putusan MK berlaku surut pada Pemilu 2019 ini.
"Dengan adanya putusan konstitusi hal-hal yang sebelum ada putusan diberangus, ini tidak benar. Yang boleh dilakukan ke depan proses ini tidak boleh diberangus, harus dihormati dan (ada) kepastian hukum, itu dibatalkan oleh MK, peraturan KPU karena putusan MK diberlakukan surut, kala dikasih aturan peralihan monggo," pungkas dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((YDH))