Jakarta: Sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (
Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (
MK) digelar pada Rabu, 27 Maret 2024.
Dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres ini, tim Hukum Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (AMIN), Bambang Widjojanto atau yang kerap dipanggil BW membeberkan sejumlah pelanggaran dan kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Berikut ini daftar pelanggaran prosedur yang diungkap tim hukum AMIN di MK:
DPT janggal diduga manipulasi
Bambang Widjojanto alias BW menyatakan pihaknya menemukan beberapa DPT janggal. Dia juga menyoroti fakta bahwa KPU berkilah salah input sebanyak 502.564 data pemilih.
Fakta janggal berdasarkan temuan Tim Hukum Nasional AMIN yakni terdapat pemilih dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Pemilih di bawah 17 tahun hingga yang berusia 1000 tahun
Selain itu, BW juga membeberkan temuan terkait banyaknya data pemilih di bawah 17 tahun yang jumlahnya mencapai lebih dari 60 ribu pemilih. Bahkan ada juga pemilih yang berusia di atas 100 tahun hingga 1000 tahun.
"DPT janggal yang diduga manipulasi tersebut meliputi adanya pemilih di bawah 17 tahun sebanyak 61.040. Ada pemilih yang berusia, ini fantastis, 1030 tahun, dan pemilih berusia di atas 100 tahun, itu ada 1.363,” ungkapnya.
Pemilih dengan nama satu huruf dengan alamat aneh
BW juga menemukan data pemilih berupa nama orang yang hanya terdiri dari satu huruf dan ada dua huruf sebanyak 55 orang, serta pemilih dengan alamat yang aneh.
"Dan pemilih yang dianggap janggal seperti RT yang angkanya 0, RW yang angkanya 0,” kata BW.
Surat suara telah tercoblos
Di sisi lain, BW mengapresiasi Bawaslu karena sudah mengungkap dugaan pelanggaran pemilu di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Di mana ada 23.000 surat yang dikirim via pos ternyata sudah dicoblos. Selain itu, terdapat 82.000 alamat yang tidak jelas untuk pengiriman surat suara," terang BW.
Penggunaan Sirekap sebagai framing penghitungan suara
Sistem IT KPU atau Sirekap menjadi perhatian tim hukum AMIN. BW mengatakan sistem IT merupakan contoh terbaik untuk menyimpulkan bahwa KPU melakukan pelanggaran prosedur pemilu.
Menurutnya, Sirekap yang awalnya didesain untuk mengontrol rekapitulasi manual, justru malah digunakan sebagai sarana kecurangan. Ia menduga Sirekap digunakan untuk upaya
framing terhadap penegakan prinsip penghitungan suara yang jujur, terbuka, akuntabel, efisien, efektif dan
accessible.
Sirekap semula dijadikan instrumen untuk mengontrol rekapitulasi manual. Maka dari itu, kata BW, terdapat aplikasi bernama Sirekap Mobile Apps yang dimiliki oleh ketua KPPS untuk merekam data autentik dokumen C Hasil yang merupakan hasil penghitungan suara di TPS. Sehingga dokumen tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Fitur aneh Sirekap
Tak cukup itu saja, 4 hari sebelum pencoblosan, terdapat fitur yang tiba-tiba muncul padahal sebelumnya tidak pernah ada, yakni
lodging dan
security. Fitur ini diduga dapat mengubah value atau angka dokumen C hasil.
“Karena source code dapat diubah. Munculnya fitur tersebut tidak saja mengubah angka perolehan suara di Sirekap tetapi juga potensial menghilangkan meta data dan file, foto, form C plano hasil,” pungkas BW.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))