Jakarta:
Amnesty International menyebut dinamika
Pemilu 2024 diwarnai banyak intimidasi dan pembatasan terhadap suara kritis, terutama kritik atas penyelenggaraan pemilu. Berbagai pembatasan terjadi selama periode kampanye hingga masa penghitungan hasil pemungutan suara.
“Sasarannya termasuk pegiat seni, jurnalis, dan akademisi yang vokal. Ada pula sasaran yang mengarah kepada pihak yang bersuara kritis seputar kecurangan pemilu, termasuk yang berasal dari pendukung kubu yang berlawanan dengan kubu yang didukung Presiden Joko Widodo,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Jakarta, Jumat, 23 Februari 2024.
Data Amnesty International mencatat sejak masa kampanye pemilu hingga sehari jelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024, ada 16 kasus serangan yang menyasar setidaknya 34 pembela HAM yang bersuara kritis terhadap pemerintah.
Salah satu yang menonjol adalah intimidasi dan pembatasan kalangan sivitas akademika yang bersuara kritis mengenai pemilu. Mulai dari intimidasi kepada sejumlah akademisi Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Semarang, hingga pembubaran acara diskusi di Universitas Negeri Yogyakarta.
Data tersebut menambah jumlah serangan yang terjadi selama periode 2019-2023, yaitu 363 kasus dengan sedikitnya 1.033 korban. Serangan tertinggi dengan 268 korban terjadi sepanjang 2023.
“Kecenderungan meningginya pembatasan ini merupakan implikasi dari sikap Presiden Joko Widodo yang membela satu kubu. Ini menimbulkan situasi di mana orang-orang yang tidak sekubu dengannya, seolah berada di luar perlindungan hukum negara,” kata Ketua Badan Pengurus Amnesty Internasional Indonesia, Marzuki Darusman.
Amnesty mencatat pembatasan semakin marak pada hari-hari menjelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Misalnya, pada 1 Februari 2024, salah seorang warga asing yang hadir dan memotret Aksi Kamisan di Jakarta ditangkap petugas imigrasi.
Pada 3 Februari 2024, sekelompok orang membubarkan paksa rapat mahasiswa di dekat Universitas Trilogi Jakarta. Rapat itu bertema 'Pemilu Curang dan Pemakzulan Presiden Joko Widodo'.
Pada 5 Februari 2024, terjadi sabotase di acara deklarasi akademik guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) bertajuk 'Mencegah Kemunduran Demokrasi Malu Menjadi Bangsa'. Pada 7 Februari 2024, sekitar 100 orang menggelar protes di depan kantor YLBHI dan KontraS. Mereka menuduh kedua lembaga tersebut melakukan provokasi isu pemakzulan Presiden.
Setelah dirilis pada 11 Februari 2024, sejumlah aktivis yang berperan dalam film dokumenter 'Dirty Vote' dilaporkan ke polisi. Mereka adalah Dandhy Laksono (sutradara) dan tiga pengajar hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti.
Film yang menyoroti dugaan kecurangan Pemilu 2024 ini dituduh sebagai kampanye hitam terhadap pasangan capres dan cawapres tertentu dan melanggar ketentuan masa tenang.
Sehari jelang pencoblosan, pada 13 Februari 2024, sekelompok orang menyerang sejumlah mahasiswa saat menggelar aksi penyampaian pendapat di dekat Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. Aksi tersebut menyoroti
kecurangan pemilu dan mendesak pemakzulan Presiden Jokowi.
“Pola kriminalisasi dan pembungkaman kritik-kritik atas pemilu seakan membawa kita ke masa Orde Baru, ketika kritik-kritik yang ingin memastikan pemilu berintegritas dianggap sebagai ancaman,” ujar Marzuki.
Pembatasan Nonton Film Eksil
Di luar isu pemilu, pembatasan terus terjadi. Terbaru adanya pembatasan Nonton Bareng film Eksil di Samarinda, Kalimantan Timur. Pihak bioskop tiba-tiba mensyaratkan izin keramaian polisi kepada Aksi Kamisan Kaltim sebagai penyelenggara.
“Batalnya pemutaran film itu mencederai hak berekspresi, berkumpul secara damai, bahkan berkesenian. Itu adalah karya seni yang sarat pesan kemanusiaan," kata Usman.
Menurut dia, kegiatan ini seharusnya dilindungi pemerintah. Apalagi, film ini menyajikan kisah korban Tragedi 1965 di luar negeri yang tidak banyak diketahui publik.
“Apakah film ini menguak pelanggaran HAM oleh negara di masa lalu? Negara sekarang seharusnya melindungi prakarsa tersebut. Pihak CGV juga harus menjelaskan duduk perkara izin keramaian yang berujung pembatalan pemutaran film Eksil,” ujar dia.
Dia menegaskan negara tidak boleh membiarkan praktik-praktik intimidasi dan pembatasan hak berkumpul dan berekspresi. "Itu hak publik untuk melakukan kontrol sosial atas proses Pemilu 2024 yang bebas dan adil,” ujar Marzuki.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))