Jakarta: Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Pakuan Prof Andi Asrun mengatakan bahwa dugaan kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) harus dibuktikan di
Bawaslu, bukan di
Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, pembuktian kecurangan pemilu di MK merupakan dalil yang salah mengingat mengingat lembaga negara itu tidak memiliki wewenang dan dari sejumlah pengalaman, MK tidak dapat memutuskannya.
"Yurisprudensi MK menegaskan berulang-ulang bahwa pembuktian pelanggaran pemilu yang bersifat TSM harus dilakukan di Bawaslu lebih awal sebelum perkara di bawa ke MK," ujar Andi Asrun dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 22 Februari 2024.
MK menyelesaikan sengketa pemilu, bukan memeriksa kecurangan
Merujuk pada UU Pemilu Tahun 2017, MK secara limitatif hanya menyelesaikan sengketa hasil pemilu termasuk pilpres. MK tidak bisa memeriksa hal-hal lain seperti dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat TSM.
"Pasal 286 UU 7/2017 tentang Pemilu menyatakan kewenangan penanganan sengketa dalil TSM kepada Bawaslu, bukan wewenang MK. Setiap dugaan pelanggaran dan kecurangan bersifat TSM harus memenuhi unsur Pasal 286 UU Pemilu," jelas Ketua Forum Pengacara Konstitusi itu.
Hal senada juga dibeberkan oleh pakar hukum lainnya, Abdul Chair Ramadhan. Menurutnya, pelanggaran TSM bersifat administratif, artinya hal itu harus dibuktikan di Bawaslu, sedangkan MK mengadili perselisihan penghitungan suara.
"Itu adalah ranah Bawaslu, kalau MK itu hanya pada perolehan suara, bukan dalam kategori pelanggaran administratif seperti TSM," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))