APARATUR sipil negara (ASN) bukan bagian sepele dalam sebuah bangsa. Mereka ibarat roda yang membuat lokomotif berjalan. Bukan pula tanpa arah, roda itu harus patuh pada relnya. Dalam wujud nyata, acuan kepatuhan dan kedisiplinan ASN itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Di Pasal 4 UU itu tercantum bahwa dalam menjalankan tugas, ASN berpedoman pada 15 nilai dasar. Memegang teguh ideologi Pancasila merupakan nilai pertama. Kesetiaan pada Pancasila memang tidak dapat ditawar. Tanpa itu, lokomotif panjang bangsa ini bisa tercerai-berai dan berbenturan karena rel yang tidak lagi satu. Jika sudah begitu, taruhannya ialah tujuan bersama Tanah Air ini.
Oleh karena itu, setiap bentuk ketidaksetiaan pada Pancasila harus ditangani serius. Langkah itu pula yang dilakukan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan Rebiro) Asman Abnur. Menteri Asman mengatakan akan memberikan sanksi kepada ASN yang menjadi pengikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Langkah itu sudah tepat karena HTI telah dibubarkan berdasarkan payung hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Dalam kongres pada 2007, HTI sudah jelas menyatakan mengharamkan demokrasi termasuk demokrasi Pancasila. Mereka memilih ideologi ke-khilafah-an.
Dari sini pula kita mengapresiasi langkah penertiban ASN yang dilakukan pemprov dan pemkab berbagai daerah, seperti Pemprov Bangka Belitung dan Pemkab Karawang. Sudah terjadi di beberapa daerah adanya ASN yang bukan saja menganut, melainkan juga menyebarkan radikalisme dan ideologi anti-Pancasila. Itu seperti yang terjadi di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, tempat dua guru setingkat SMA/SMK terindikasi menyebarkan ideologi anti-Pancasila.
Di sisi lain, kita mendorong agar pemerintah pusat dan daerah tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam langkah 'bersih-bersih' ASN ini. Meski berlatar pendidikan yang baik, bahkan tinggi, ASN tersebut juga bisa merupakan korban penyesatan ideologi.
Prinsip kehati-hatian harus dibarengi dengan kebijakan yang mengutamakan pembinaan ketimbang pemecatan. ASN yang berkomitmen meninggal ideologi dan organisasi terlarang semestinya tetap diberi kesempatan melanjutkan pengabdian kepada negara. ASN tersebut juga wajib dibina dan diawasi agar bisa sepenuhnya kembali kepada ideologi Pancasila. Tergesa-gesa memecat ASN yang terlibat HTI justru memperparah kesesatan ideologi mereka.
Namun, bagi ASN yang tidak mau meninggalkan ideologi dan organisasi terlarang, tindakan tegas harus segera diambil. Pembiaran terhadap kelompok ASN yang kukuh menjadi pengikut HTI bukan saja menyia-nyiakan sumber daya, melainkan juga membahayakan, terlebih jika terjadi pada ASN yang memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan dan pembinaan generasi muda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di