Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta memeriksa pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membawa bendera mirip milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Apalagi, pegawai yang membawa bendera itu diduga jaksa yang dipekerjakan di KPK.
"Patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin pegawai negeri sipil (PNS)," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Oktober 2021.
Boyamin mengatakan kepemilikan bendera selain merah putih untuk pegawai negeri melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Kejagung diminta tidak lepas tangan meski kasus itu sudah diselesaikan KPK.
"Meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK namun Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik Jaksa dimanapun bertugas," ujar Boyamin.
Boyamin juga meminta Kejagung memeriksa secara independen. Kejagung diharap tidak meminta hasil pemeriksaan KPK terhadap pegawai itu untuk menjaga netralitas pemeriksaan.
Sebelumnya, seorang pria bernama Iwan Ismail yang mengaku mantan satpam KPK menyebut dirinya dipecat karena memfoto bendera HTI di meja salah satu pegawai Lembaga Antirasuah. KPK membantah foto itu bendera HTI.
"Yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar atau bohong dan menyesatkan ke pihak eksternal," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 1 Oktober 2021.
Baca: KPK Bantah Ada Bendera HTI di Markasnya
Ali mengatakan kejadian itu terjadi sekitar September 2019. Dia mengatakan bendera itu hanya mirip dengan yang dimiliki HTI. Dia menegaskan bendera itu bukan bendera HTI. Lembaga Antikorupsi sudah memeriksa pegawai yang menduduki meja tersebut saat itu.
"Tim langsung melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain yang mendukung," ujar Ali.
Jakarta:
Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta memeriksa pegawai
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membawa bendera mirip milik
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Apalagi, pegawai yang membawa bendera itu diduga jaksa yang dipekerjakan di KPK.
"Patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin pegawai negeri sipil (PNS)," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Oktober 2021.
Boyamin mengatakan kepemilikan bendera selain merah putih untuk pegawai negeri melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Kejagung diminta tidak lepas tangan meski kasus itu sudah diselesaikan KPK.
"Meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK namun Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik Jaksa dimanapun bertugas," ujar Boyamin.
Boyamin juga meminta Kejagung memeriksa secara independen. Kejagung diharap tidak meminta hasil pemeriksaan KPK terhadap pegawai itu untuk menjaga netralitas pemeriksaan.
Sebelumnya, seorang pria bernama Iwan Ismail yang mengaku mantan satpam KPK menyebut dirinya dipecat karena memfoto bendera HTI di meja salah satu pegawai Lembaga Antirasuah. KPK membantah foto itu bendera HTI.
"Yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar atau bohong dan menyesatkan ke pihak eksternal," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 1 Oktober 2021.
Baca:
KPK Bantah Ada Bendera HTI di Markasnya
Ali mengatakan kejadian itu terjadi sekitar September 2019. Dia mengatakan bendera itu hanya mirip dengan yang dimiliki HTI. Dia menegaskan bendera itu bukan bendera HTI. Lembaga Antikorupsi sudah memeriksa pegawai yang menduduki meja tersebut saat itu.
"Tim langsung melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain yang mendukung," ujar Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)