Sinergi Politik Kesukarelaan
Sinergi Politik Kesukarelaan ()

Sinergi Politik Kesukarelaan

29 Juli 2016 06:38
Pemilihan kepala daerah, baik gubernur maupun bupati atau wali kota, sudah semestinya menjadi sebuah penyelenggaraan wahana bagi rakyat guna berperan dalam suksesi kepemimpinan lima tahunan di daerah. Apalagi dalam sistem pemilihan langsung saat ini, selayaknyalah suara rakyat didengarkan, kepentingan dan keinginan rakyat patutnya dinomorsatukan.
 
Dalam pilkada, warga negara yang ingin mencalonkan diri memiliki dua pilihan jalur, bisa melalui jalur partai politik atau gabungan partai politik dan jalur nonpartai atau perseorangan. Sangat disayangkan jika ada yang membenturkan dua jalur itu, bahkan menyebut jalur perseorangan sebagai upaya deparpolisasi. Jalur parpol dan perseorangan merupakan dua jalur yang tidak bersilang arah, apalagi dianggap berlawanan arah.
 
Kedua jalur berbeda, tetapi tujuannya sama, yakni memastikan kandidat masuk surat suara. Apa yang diputuskan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan menggunakan kendaraan partai politik untuk mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur DKI periode 2017-2022 membuktikan bahwa dua alternatif itu bisa melewati rute yang sama. Bukan berarti satu juta KTP dukungan warga DKI Jakarta yang telah dikumpulkan Teman Ahok menjadi sia-sia.
 
Dukungan KTP yang hampir dua kali lipat syarat minimal tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat DKI punya saluran jika parpol tidak mendengarkan suara mereka. Mereka bisa mengusung sendiri Ahok jika parpol ogah mengusungnya dalam kontestasi. Munculnya dukungan terhadap calon kepala daerah dari jalur perseorangan dapat dimaknai sebagai penanda bahwa fungsi parpol sebagai penyalur aspirasi rakyat sudah tidak jalan. Teman Ahok dibentuk karena khawatir tidak ada partai politik yang mencalonkan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka mendorong Basuki maju melalui jalur perseorangan. Akan tetapi, Partai NasDem, Partai Golkar, dan Partai Hati Nurani Rakyat memilih sejalan dengan satu juta lebih warga DKI yang memberikan dukungan mereka ke Ahok. Sebanyak 24 kursi DPRD DKI Jakarta milik mereka digaransi mendukung Ahok tanpa syarat apa pun. Bahkan, ketiga partai tersebut tetap akan mendukung Ahok jika yang bersangkutan memutuskan maju lewat jalur perseorangan. Penentuan pendamping Ahok juga sepenuhnya diserahkan kepada sang kandidat.
 
Akhirnya, efisiensilah yang menjadi pertimbangan. Jika lewat jalur perseorangan, persyaratan verifikasi faktual dengan metode sensus mengharuskan setiap pendukung didatangi satu per satu. Butuh biaya dan energi sangat besar untuk memastikan warga Jakarta yang menyokong Ahok dengan menyerahkan KTP lolos verifikasi faktual. Mereka harus berada di tempat saat petugas verifikasi mendatangi rumah masing-masing.
 
Di sisi lain, parpol menyadari bahwa dalam era pemilihan langsung tidak ada jaminan pemilih yang telah memilih parpol tertentu pasti memilih kandidat yang diusung parpol itu. Suara rakyat sepenuhnya ditentukan lewat figur yang bertarung di pilkada. Fenomena Ahok pun telah memunculkan politik kesukarelaan partai politik dalam mendukung kandidat. Parpol mengusung Ahok tanpa syarat, tanpa duit mahar, tanpa politik transaksional.
 
Oleh karena itu, kita semestinya memandang fenomena dukungan terhadap Ahok sebagai sinergi politik kesukarelaan. Kita berharap kombinasi antara langkah relawan dan dukungan tanpa syarat dari partai politik seperti itulah yang bakal menjadi tren dalam berdemokrasi di negeri ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pilgub dki 2017

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif